Pakar Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, Dr.Hufron..
Sumber :
  • sandi irwanto

Pasca Pembatalan RUU oleh DPR RI,  KPU Harus Ubah Peraturan Pilkada, Ini Penjelasan Pakar Hukum Tata Negara

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 10:08 WIB

Surabaya, tvOnenews.com - Usai pembatalan Rencana Undang-Undang (RUU) oleh DPR RI terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 60 tahun 2024, tak membuat reda aksi mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia. Mereka tetap melakukan aksi dan mengawalnya. Lantas, seperti apa alur selanjutnya dari proses hukum ini? Berikut penjelasan Pakar Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, Dr.Hufron.

Meurut Dr Hufron,  jika betul DPR tidak melanjutkan pembahasan di paripurna, tentu KPU harus segera mengubah peraturan KPU tentang persyaratan pasangan calon kepala daerah di Indonesia, sebagaimana KPU juga dengan sigap ketika ada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90 tahun 2023 terkait persyaratan calon presiden dan wakil presiden, yang segera melakukan perubahan peraturan KPU tentang persyaratan capres-cawapres.

“Sebagian teman mengkhawatirkan, jangan-jangan kemudian ini hanya sebagai pengalihan sesaat, jangan-jangan nanti akan digedok. Kalau dilihat masa jabatan DPR RI itu adalah di periode 2019-2024 berakhir 30 September nanti, artinya bahwa kalau ini nggak di paripurna, sesungguhnya masih banyak waktu untuk melanjutkan persidangan,” ungkap Hufron.

Tetapi, lanjut Hufron, jika hal ini dimaksudkan memberikan karpet merah untuk anak bungsunya pak Jokowi (Kaesang), tentu pendaftaran Pilkada nanti tanggal 27 sampai 29 maka tidak akan nutut. Seumpama akan diselenggarakan Paripurna untuk mengesahkan, sebenarnya urgensinya itu untuk mempersiapkan karpet merah pendaftaran 27 sampai 29 terkait dengan persyaratan calon kepala daerah.

“Yang penting adalah ke depan kita mesti kawal putusan MK ini. Karena itu adalah satu lembaga yang diberi amanat oleh konstitusi menjaga konstitusi. Jangan sampai konstitusi ini kemudian dicabik-cabik dan diotak-atik begitu. Yang kedua dia berfungsi sebagai penafsir tunggal terhadap isi konstitusi dan penjaga demokrasi. Maka sejak semula seharusnya MK untuk menjaga independensinya, dan untuk menjaga integritasnya itu menolak intervensi dari siapapun,” paparnya.

Menurutnya, sesungguhnya kelembagaan negara itu ada fungsi eksekutif dalam rangka menjalankan undang-undang, fungsi legislatif untuk membentuk undang-undang dan fungsi yudikatif dalam rangka mengadili pelanggar undang-undang.

“Dalam konteks presidensial sistem yang kita pilih sebagai sistem pemerintahan Indonesia, dalam konstitusi itu harusnya mereka ini ada check and balance. Maksudnya adalah pengawasan secara berkeseimbangan, misalkan bahwa DPR memiliki fungsi kontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang diusulkan oleh DPR. Di sisi lain, perilaku kebijakan yang dilakukan oleh DPR dan oleh pemerintah itu dikontrol juga oleh yudikatif dengan posisi kedudukan yang setara. Tapi saat ini mereka saling memberikan pengawasan,” terang Hufron.

Berita Terkait :
1
2 Selanjutnya
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:50
02:03
03:05
03:21
01:44
01:05
Viral