- sandi irwanto
Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran Dikritisi Pemerhati Hukum sebagai Pemborosan Keuangan Negara
"Mereka berkompromi bukan untuk rakyat, tapi untuk kekuasaan. Mereka mendapat fasilitas, uang, dan kenyamanan dari negara. Ini berpotensi mengabaikan kebutuhan rakyat," tambahnya.
Kekhawatiran ini muncul karena adanya pembagian kekuasaan yang tampak lebih condong kepada menjaga stabilitas koalisi politik ketimbang merancang kebijakan yang benar-benar pro rakyat.
Dalam kritiknya, Sahlan menyoroti bahwa lebih dari 50 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digunakan untuk menggaji pegawai negeri, termasuk menteri dan wakil menteri. Dengan kabinet yang semakin besar, beban anggaran negara semakin meningkat.
"Bagaimana negara bisa menjalankan program kesejahteraan rakyat jika sebagian besar anggaran habis untuk menggaji birokrat?" katanya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti adanya tumpang tindih kewenangan di antara kementerian dalam kabinet ini. Salah satu contohnya adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, yang menurutnya memiliki fungsi yang hampir sama. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi efektivitas kerja pemerintah dalam menyelesaikan masalah rakyat.
Pria asal tanah Minang ini menegaskan bahwa demokrasi membutuhkan oposisi yang kuat. Jika semua kekuatan politik berada dalam pemerintah, siapa yang akan menyuarakan aspirasi rakyat dan mengoreksi kebijakan yang menyimpang?
“Pemerintah harusnya menjalankan mandat rakyat untuk mensejahterakan rakyat, bukan sekadar mengamankan kekuasaan,” tegasnya.