- tvone - habib
Tambang Pasir Ilegal Akibatkan Rusaknya Habitat Penyu Laut di Pulau Bawean Gresik
Gresik, Jawa Timur- Mulai maraknya praktik tambang pasir ilegal di pesisir pantai Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, yang mengakibatkan habibat penyu laut mengalami kerusakan, membuat masyarakat Bawean yang tergabung di perkumpulan peduli konservasi Bawean (PPKB) resah. Oleh karenanya mereka terus berusaha mengingatkan para penambang, dan mengajak masyarakat pulau Bawean menjaga wilayah konservasi dan ekosistem penyu laut, yang berada di kaki bukit Bandara Harun Tohir Desa Tanjung Ori pulau Bawean.
PPKB juga mendesak keseriusan pemerintah Kabupaten Gresik untuk menjaga ekosistem penyu laut, seiring dengan adanya kerusakan habitat akibat tambang pasir diduga ilegal dan semakin sempitnya tempat pendaratan, karena eksploitasi pengambilan penyu dan telurnya untuk diperjualbelikan. Kondisi tersebut merupakan suatu kerugian secara ekologi dan ekonomi.
Ketua Perkumpulan Peduli Konservasi Bawean Muhammad mengatakan, ada berbagai langkah strategis yang dapat ditempuh, dengan penekanan utama pada program-program penyadaran masyarakat akan pentingnya upaya pelestarian penyu dan habitatnya.
“Kami akan melakukan program-program yang bersifat community based, (program berbasis community/ kelompok dan penyadaran masyarakat yang nantinya akan bermanfaat serta meningkatkan kesadaran kritis masyarakat,” ucapnya, Jumat (11/3/2022).
Menurutnya, upaya strategis untuk menjaga keberadaan dan kelangsungan hidup penyu laut, perlu dilakukan upaya penyelamatan atau pelestarian penyu di Pulau Bawean dengan melibatkan Pemerintah dan masyarakat setempat.
“Akibat penambangan pasir ilegal, dapat mengubah morfologi pantai dan mengakibatkan habitat penyu bertelur lambat dan menghilang khususnya di pulau bawean. Populasinya semakin sedikit bahkan hampir punah,” paparnya.
Ketua Tim survei lapangan Perkumpulan Peduli Konservasi Bawean, Yusra menambahkan, berdasarkan hasil survei lapangan penyu bertelur diketahui mulai bulan januari lalu.
“Penyu yang singgah di pantai bawah bukit bandara Harun Tohir diketahui ada dua jenis yaitu penyu hijau dan penyu sisik, ternyata dua jenis tersebut ketika bertelur tidak dalam waktu yang sama. Penyu hijau biasanya dijumpai warga bertelur pada bulan Agustus dan September, sedangkan kalau penyu sisik bulan November dan Januari,” ungkap Yusra.
Ia menyebut, jumlah telur ke dua jenis penyu tersebut juga berbeda. Jika penyu hijau biasanya bertelur sekitar 80-90 butir, sedangkan penyu sisik sekitar 125 butir sekali bertelur.
“Ada 3 titik yang ditemukan tempat penyu bertelur. Dua dibagian selatan dan satu dibagian utara tepatnya pada bulan januari 2022,” urainya.
Sementara itu Suryono, salah satu warga lokal mengatakan, ada puluhan penyu bertelur, namun hanya 20 an yang selamat.
“Predator paling utama dan alami yaitu biawak, hiu dan manusia. Bahkan bagi warga yang menemukan tukik dari penyu tersebut diambil, dan dibuat mainan karena mereka tidak mengetahui, bahwa penyu tersebut hewan yang langka dan dilindungi,” tegasnya.
Sekedar diketahui, penyu ketika naik ke atas mengikuti ombak laut, dan saat penyu mau bertelur, tidak boleh terkena cahaya maupun mendengar suara. Setelah bertelur penyu akan kembali ke tengah laut. (M. Habib/rey)