- tim tvone - sandi irwanto
Dua Mahasiswa di Surabaya, Ciptakan Mie dari Tempe dan Daun Sengkubak, "Mie Tebak", Rasanya Yummii...
Surabaya, Jawa Timur – Dua mahasiswa Program Kekhususan Bionutrisi dan Inovasi Pangan Fakultas Teknobiologi Universitas Surabaya menciptakan inovasi mie dari tempe dan daun sengkubak. Inovasi yang diberi nama “Mie Tebak” ini memiliki kadar protein yang tinggi dari tempe serta rasa gurih yang khas dari daun sengkubak.
Pembuatan Mie Tebak didemonstrasikan di Teaching Laboratorium Pangan BB 04.02, Gedung Fakultas Teknobiologi, Kampus Ubaya Tenggilis, Jalan Raya Kalirungkut, Surabaya.
Victoria Diana Indah Lestari dan Audrey Layana Tjahyadi mengungkapkan, ide ini terinsipirasi dari tingginya tingkat konsumsi mie di kalangan masyarakat Indonesia. Data dari World Instant Noodles Association (WINA) menunjukkan Indonesia menjadi negara ke-2 terbesar tingkat konsumsi mie instan di dunia.
“Kami berdua juga suka makan mie. Oleh sebab itu, kami ingin membuat mie dari tempe dan daun sengkubak yang tinggi protein supaya lebih bergizi,” ujar Victoria selaku ketua tim.
Tempe dipilih menjadi bahan utama karena memiliki protein tinggi. Berdasarkan Tabel Komposisi Pangan Indonesia tahun 2017, kadar protein tempe kedelai murni mentah adalah sebesar 20,8 gram per 100 gram.
Mahasiswi lulusan SMA Katolik St Louis 1 Surabaya itu mengatakan, protein tinggi didapatkan dari tempe yang diolah menjadi tepung komposit. Untuk meningkatkan cita rasa gurih, mie ditambahkan bubuk daun sengkubak. Daun sengkubak atau daun kemangi imbo adalah daun yang banyak tumbuh di daerah perhutanan Kalimantan Barat. Daun dengan nama latin Pycharrhena cauliflora (Miers.) Diels biasa digunakan masyarakat suku Dayak sebagai penyedap alami masakan.
“Berdasarkan penelitian terdahulu, daun ini memiliki kandungan senyawa asam asetat, butyl ester (C16H12O2) dan beta citronellol (C10H20O) sehingga dapat menjadi pengganti MSG (Monosodium glutamate),” jelas Victoria.
Audrey menjelaskan bahwa kandungan protein pada mie berbahan 100% tepung terigu adalah sebesar 1,6%. Sedangkan, Mie Tebak memiliki kandungan protein 4% lebih tinggi, yaitu sebesar 5,6%.
“Jadi dapat dikatakan apabila seseorang mengonsumsi Mie Tebak, ia juga akan mendapat tambahan protein yang lebih tinggi dibandingkan mengonsumsi mie biasa,” imbuh mahasiswi semester 8 itu. Ia menambahkan, Mie Tebak dapat menjadi makanan pokok karena kandungan protein dalam tepung tempe.
Untuk menemukan komposisi bahan Mie Tebak yang tepat, lanjut Audrey, membutuhkan waktu selama 2-3 minggu. Mereka membuat tiga macam rasio formulasi untuk pembuatan mie tepung tempe dan penambahan bubuk daun sengkubak. Pada awal percobaan, mie terasa pahit karena takaran tepung tempe yang kurang pas. Setelah berkali-kali mencoba, akhirnya mereka menemukan rasio 82% tepung terigu : 15% tepung tempe : 3% daun sengkubak menjadi takaran yang tepat untuk membuat mie yang layak dikonsumsi.
Pembuatan Mie Tebak membutuhkan waktu 2 hari. Proses dimulai dari mengeringkan tempe dan daun sengkubak menggunakan cabinet dryer. Kemudian, tempe dan daun sengkubak yang kering dihaluskan menggunakan food processor. Tahapan dilanjutkan ke pembuatan mie.
Tepung tempe, bubuk daun sengkubak, dan tepung terigu dicampur. Kemudian, campuran tersebut diuleni menjadi adonan yang siap digiling menjadi mie. Setelah itu, mie direbus hingga matang dan siap dimakan.
Dr.rer.nat Sulistyo Emantoko Dwi Putra, S.Si., M.Si. mengatakan pembuatan inovasi ini menjadi salah satu kompetensi yang diajarkan di Fakultas Teknobiologi Ubaya.
“Mahasiswa didorong untuk menghasilkan suatu produk yang bisa digunakan oleh masyarakat luas. Mie dari tempe dan daun sengkubak menjadi bukti mahasiswa dapat menciptakan inovasi yang memanfaatkan sumber daya alam lokal,” jelas Dekan Fakultas Teknobiologi Ubaya itu.
Victoria berharap inovasi yang dilakukannya bersama tim dapat memberi manfaat dalam inovasi pangan era modern.
“Harapannya produk kami menjadi preferensi masyarakat dalam mengonsumsi mie yang sehat dan bergizi,” pungkasnya. (msi/hen)