- tim tvone - sandi irwanto
Kembangkan Desa Wisata Edukasi di Trawas, Mojokerto, Hidupkan Lagi Dolanan Tradisional lewat Pojok Doelanan
Surabaya, Jawa Timur - Tim matching fund (MF) Universitas Surabaya (Ubaya) meluncurkan Pojok Doelanan untuk mengembangkan potensi wisata Desa Ketapanrame menjadi edu-tourism. Kegiatan ini merupakan bagian dari MF berjudul “Scale Up Industri Pariwisata: Digitalisasi dan Layanan Jasa Pariwisata Berbasis Edukasi di Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto”.
Peresmian desa wisata ini diikuti oleh Kepala Desa Ketapanrame, BUMDesa, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan peserta lomba permainan tradisional untuk anak tingkat Sekolah Dasar (SD). Kegiatan diadakan di Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.
Pojok Doelanan merupakan salah satu dari program utama matching fund. Ketua tim pengusul matching fund (MF), Hari Hananto mengatakan, tempat ini akan digunakan sebagai salah satu edukasi yang memperkenalkan permainan tradisional.
“Kalau selama ini anak-anak sering main di HP, kami ingin mereka punya aktivitas olah fisik dengan bermain permainan tradisional. Pojok Doelanan bisa dimanfaatkan oleh sekolah dan orang tua untuk mengajak anaknya belajar dan bersosialisasi dengan sesamanya,” ujar Hari.
Permainan yang dilombakan yakni egrang, ular tangga, engkle, jalan pakai batok, foto bersama teman, melukis layang-layang, dan gasing. Peserta berasal dari tiga sekolah SD di Mojokerto, yaitu SDN Ketapanrame I, SDN Ketapanrame II, dan MI Dwi Dasa Warsa.
Inisiasi mengembangkan Desa Ketapanrame menjadi desa wisata edukasi dilatarbelakangi oleh perkembangan desa ini menjadi desa wisata yang tumbuh pesat dan dikenal masyarakat luas, namun perkembangannya belum sepenuhnya merata. Hari mengungkapkan Ubaya berkeinginan untuk meningkatkan cakupan wisata yang lebih luas yakni pengembangan wisata berbasis edukasi.
“Kami memanfaatkan sarana, prasarana, area, fasilitas wisata, sumber daya manusia, serta dukungan program pengembangan desa melalui anggaran desa. Kontribusi ini membuat potensi pengembangan wisata sangatlah menjanjikan,” jelasnya.
Program MF, lanjut Hari, juga diarahkan pada usaha penyelesaian masalah sampah sekaligus alternatif materi edukasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Zero Waste Management). Untuk edu-tourism, implementasi dari program ini adalah mengembangkan area taman untuk informasi kekayaan botani (Nusantara Botanical Garden), memberikan workshop tentang pengelolaan tempat wisata, serta mendesain area sekaligus permainan bagi anak-anak (Pojok Doelanan).
Kepala Desa Ketapanrame, Zainul Arifin, menyampaikan apresiasinya terhadap seluruh pihak termasuk Ubaya yang telah berkolaborasi mengembangkan Desa Ketapanrame.
“Dengan adanya pengembangan ini, kami mau pengunjung tidak hanya menikmati alam saja, tetapi juga mendapat edukasi. Mudah-mudahan ini menjadi suatu hal baik demi kemajuan desa dalam hal potensi desa wisata,” ungkapnya.
Melalui pengembangan wisata edukasi ini, Hari juga berharap mampu mendukung peran pemerintah dalam meningkatkan literasi bagi masyarakat berbasis teknologi informasi (augmented reality).
“Semoga pengembangan desa wisata ini dapat menjadi alternatif sumber pemasukan wisata buat Desa Ketapanrame,” ujarnya.
Selain itu, kegiatan ini juga memberikan kesempatan bagi dosen dan mahasiswa untuk berperan aktif melalui kepakaran dan pengalaman pendidikan dalam mengembangkan potensi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (msi/hen)