- tvOne - m habib
Merasa Terzalimi, Tokoh Santri Gresik Protes Keras Pembebasan Lahan Tol JIIPE Manyar
Gresik, Jawa Timur - Salah seorang tokoh santri Gresik, H Syaiful Arif protes keras dan menolak pembebasan lahan tol KLBM-JIIPE. Pria yang dekat dengan ulama dan pondok pesantren di Jawa Timur ini adalah salah satu pemilik lahan di Desa Banyuwangi, Kecamatan Manyar, Gresik yang lahan miliknya diduga terkena pembebasan jalan tol KLBM-JIIPE karena dibelakangnya oligarki.
Syaiful mengaku tanpa ada sosialisasi dan kebutuhan jalan tol secara gambling, tiba-tiba dirinya diminta hadir dalam sidang konsinyasi di Pengadilan Negeri Gresik. Dihadapan majelis, tokoh santri Gresik ini menganggap tim pembebasan lahan yang mengaku dari Kementerian PUPR itu tidak profesional dan berbau pesanan oligarki.
"Walaupun ada aturan omnibuslaw atau apapun namanya, kami sebagai rakyat Indonesia punya hak sebagaimana diatur dalam UUD 45. Kami punya hak untuk mendapatkan penjelasan, karena lahan itu milik kami. Kalau mengatasnamakan PUPR tol ini exitnya persis di AKR. Semua pelaku bisnis di Indonesia tahu persis yang mulia ini AKR itu siapa, adalah kepentingan oligarki. Lalu tidak memberikan gambaran dan sosialisasi apapun, tiba-tiba kita diminta menerima konsinyasi melalui pengadilan," ungkap Syaiful, Senin (9/1).
Sampai hari ini kata Ipong panggilan akrab Syaiful Arif, pihaknya tidak pernah mendapatkan penjelasan mana yang dibutuhkan. Tetapi kata dia tiba-tiba dirinya mendapat panggilan dari pengadilan untuk menyetujui kosinyasi berkaitan dengan lahan miliknya seluas 15 hektar. Sedangkan yang terdampak kabarnya hanya 300 meter.
"Lalu tanah kami yang selebihnya bagaimana nasibnya jika tidak ada akses jalanya. Rasa keadilannya dimana?," ungkap pria yang dikabarkan ikut berjuang merintis keberadaan Freeport ke JIIPE agar manfaat bagi warga Greaik ini.
Ipong menilai proses pembebasan lahan semena-mena dan bahkan dianggapnya sebagai perbuatan zalim lantaran tidak pernah dilakukan sosialisasi, dan tiba-tiba pemilik lahan dipanggil oleh pengadilan seolah-olah memaksa pemilik lahan untuk setuju meskipun tanpa sosialisasi.
"Dengan dalih aturan, lalu dititipkan ke PN padahal dengan proses yang zalim menurut kami pemilik lahan dan PN menerimanya. Apa yang bisa saya perbuat sebagai masyarakat biasa yang mulia?," imbuh Ipong dihadapan saksi sari Kementerian PUPR.