- Frits Floris
Lahan Belum Dibayar, Warga Kupang Segel Lokasi Pembangunan Bendungan Tefmo Manikin
Kupang, NTT - Warga Desa Baumata, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur melakukan aksi penyegelan lahan milik warga yang digunakan untuk pembangunan bendungan Tefmo Manikin yang merupakan salah satu pembangunan strategi nasional pemerintahan Joko Widodo.
Penyegelan lahan ini berdampak pada dihentikannya pekerjaan pembangunan Bendungan Tefmo Manikin, karena jalan masuk ke lokasi pembangunan bendungan telah dipagari warga. Akibatnya truk-truk pengangkut material pembangunan tidak bisa memasuki lokasi proyek.
Warga menyegel lahan karena hingga saat ini tanah mereka yang digunakan untuk pembangunan Bendungan Tefmo Manikin belum juga teralisasi ganti rugi. Padahal pembangunan sudah berlangsung sejak tiga tahun lalu, dan warga hanya diberi janji-janji palsu oleh Balai Wilayah Sungai NT II, NTT.
"Kami bukan tolak pembangunan, namun kami menuntut hak ganti rugi lahan kami yang digunakan untuk pembangunan bendungan," kata Danel Baitanu seorang tokoh setempat.
Daniel Baitanu yang merupakan warga Desa Baumata Timur, kesal dengan janji-janji ganti rugi lahan mereka. Padahal, sebelum adanya pembangunan bendungan, lahan tersebut merupakan lahan pertanian dan perkebunan, serta lahan tanaman pakan ternak.
"Warga akan tetap melakukan aksi penyegelan lokasi bendungan hingga janji ganti rugi lahan warga terealisasikan," ujar daniel.
Akibat adanya aksi penyegelan, aktivitas pembangunan terpaksa dihentikan, dan dalam lokasi proyek pembangunan sama sekali gidak ada pekerja yang melakukan aktivitas. Pasalnya material untuk pembangunan bendungan tidak ada, karena lokasi telah disegel warga, sehingga truk-truk pengangkut material tidak bisa masuk ke lokasi proyek.
Bendungan Tefmo Manikin yang berada di 8 desa di Kabupaten Kupang, NTT memiliki luasan 293 hektar, rencananya mampu memenuhi kebutuhan irigasi pertanian 310 ha, dan juga sebagai pengendali banjir didataran Manikin serta menjadi obyek pariwisata.
Namun proyek strategi nasional yang telah dikerjakan sejak 3 tahun silam dengan anggaran Rp 2 triliun yang bersumber dari APBN Murni ini masih menyimpan persoalan, yakni persoalan ganti rugi lahan warga di 8 desa yang hingga saat ini belum teralisasikan juga. (frits floris/act)