- Irwansyah
Cegah Stunting Kodim 1628/SB Kerahkan Aparat Kewilayahan
Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat - Kodim 1628/Sumbawa Barat, mengumpulkan para aparat kewilayahan untuk memberikan pengetahuan dan pencegahan stunting terhadap ibu-ibu yang memiliki balita di wilayah Sumbawa Barat.
"Belakangan ini kita sering mendengar tentang stunting dan sering dibicarakan oleh beberapa kalangan terutama ibu-ibu yang memiliki anak balita, stunting dan pendek adalah kondisi yang berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang tidak sama," kata Kasdim 1628/SB Mayor Inf Dahlan, Selasa (08/10/2022).
Kasdim berharap pengetahuan terhadap stunting yang diperoleh dari kegiatan tersebut dapat membantu mencegah penyebaran stunting di wilayah masing-masing peserta pembekalan.
"Mudah mudahan dengan pembekalan ini, para apkowil bisa menerapkan dinmasyaralat membantu pencegahan stunting di masyarakat di wilayah masing masing," ungkap Mayor Inf Dahlan.
Sementara itu menurut Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP2KB P3A), Tuwuh, menyebut bahwa stunting pada anak memang harus menjadi perhatian dan diwaspadai karena kondisi ini menandakan nutrisi anak tidak terpenuhi dengan baik, dan jika dibiarkan tanpa penanganan, stunting bisa menimbulkan dampak jangka panjang kepada anak. Anak tidak hanya mengalami hambatan pertumbuhan fisik, tapi nutrisi yang tidak mencukupi juga memengaruhi kekuatan daya tahan tubuh hingga perkembangan otak anak.
Stunting adalah adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
"Balita pendek (stunted) dan sangat penting (severety stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) dan tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS tahun 2006," urainya.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) menunjukkan angka yang cukup menggembirakan terkait masalah stunting.
Angka stunting atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2 persen pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8 persen pada Riskesdas 2018. Meski tren stunting mengalami penurunan, hal ini masih berada di bawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu kurang dari 20 persen. Persentase stunting di Indonesia secara keseluruhan masih tergolong tinggi dan harus mendapat perhatian khusus.
Lanjutnya, ada beberapa penyebab stunting yakni faktor gizi sanga anak dan ibu hamil serta faktor multidimensi. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum, pada masa kehamilan dan setelah melahirkan.
"Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC (ante natal care) atau pelayanan kesehatan ibu selama masa kehamilan, post natal care atau pelayanan setelah melahirkan dan pembelajaran dini yang berkualitas," paparnya.
Salah satu solusi untuk mencegah stunting adalah dengan pemberian ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat. Terus memantau tumbuh kembang anak, dan selalu jaga kebersihan lingkungan.
(irw/asm)