Masyarakat adat suku Goban-Runut dan Sogen Natarmage gelar ritual adat protes pemasangan pilar di Sikka NTT, Senin (14/11/2022).
Sumber :
  • Tovik Koban

Masyarakat Adat Sikka Gelar Ritual Adat Protes Pemasangan Pilar di Lahan Ulayat

Senin, 14 November 2022 - 16:10 WIB

Sikka, Nusa Tenggara Timur - Ratusan masyarakat adat suku Goban-Runut dan Sogen Natarmage yang tergabung dalam aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kabupaten sikka, Nusa Tenggara Timur, Senin (14/11) siang menggelar aksi unjuk rasa dengan cara ritual adat. Mereka menolak Pengukuran tanah dan pemasangan pilar di lahan eks Hak Guna Usaha yang diberikan pemda Sikka kepada PT. Krisrama, sebuah perusahaan milik keuskupan Maumere, seluas 380 hektar di Nangahale, desa Nangahale, Kecamatan Talibura, pada 4 November 2022 lalu. 

 

"Kami menolak tegas dan tidak mengakui tindakan penanaman pilar yang dilakukan di atas lahan eks HGU untuk PT. Krisrama. Karena tidak sesuai Kesepakatan mengenai tata batas dan luas lahan dengan kami sebagai masyarakat adat," tegas gabriel Manek, tokoh adat Soge-natarmage, usai menggelar ritual adat penolakan pemasangan pilar, di desa Likong gete, Senin (14/11/2022). 

 

Aksi protes yang dilakukan masyarakat adat ini dimulai dari balia pertemuan lalu melakukan jalan kaki menuju titik koordinat penanaman pilar. Setibanya di lokasi titik koordinat, sejumlah tokoh adat suku goban-runut dan sogen natarmage, menggelar ritual adat dibawah pilar sebagai bentuk protes. 

 

Menurut Gabriel, tindakan pamasangan pilar merupakan bentuk pembodohan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo, karena tidak sesuai dengan surat Keputusan Bupati Sikka nomor 134/HK/ 2020 tentang pembentukan tim terpadu penyelesaian masalah lahan Eks Hak guna Usaha seluas 868 hektare sesuai dengan pemetaan yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tahun 2014.

 

"Bupati sikka, stop pembohongan terhadap masyarakat adat atas tanah eks HGU. Surat keputusan mu tidak kau jalankan, malah kami kau suruh menggugat. Jangan tipu kami," ungkap Gabriel. 

 

Untuk diketahui, sebelumnya tanah esk HGU merupakan lahan ulayat milik komunal kedua komunitas adat yang dirampas sejak zaman penjajahan Belanda dan dijadikan sebagai perkebunan kapas selanjutnya perkebunan kelapa. 

 

Masyarakat adat mengklaim memiliki bukti leluhur mereka pernah mendiami area tersebut dengan adanya kuburan leluhur, bekas perkampungan, serta tempat ritual. 

 

(ofk/asm)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:50
02:03
03:05
03:21
01:44
01:05
Viral