- Tim tvOnenews/Jo Kenaru
Kurang Bukti, Penyelidikan Kasus Jual Beli Proyek Istri Bupati Manggarai Dihentikan
NTT, tvOnenews.com- Penyeledikan kasus jual beli proyek APBD Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang melibatkan Meldianti Hagur yang merupakan istri dari Bupati Heribertus Nabit resmi dihentikan dikarenakan tidak cukup bukti.
Penghentian penyelidikan kasus ini berdasarkan saran Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Direktorat Reserse Kriminal Umum, Irwasda dan Bidang Propam dalam gelar perkara di Polda NTT pada akhir Januari 2023 lalu.
Kapolres Manggarai, AKBP Yoce Marten menjelaskan, penghentian penyelidikan didasari pada kurangnya alat bukti yang diberikan pelapor dalam hal ini seorang kontraktor bernama Adrianus Fridus alias A sehingga Meldianti Hagur lolos dari jeratan hukum.
Lantaran kasus ini, nama Meldianti tenar diplesetkan sebagai 'Ratu Kemiri' oleh netizen. Itu merujuk pada isi percakapan Adrianus Fridus kepada Meldiyanti melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, di mana praktik jual proyek antar keduanya menggunakan sandi '50 Kg Kemiri' yang berarti uang sebesar Rp50 juta.
Adapun uang Rp50 juta itu dititipkan melalui salah satu karyawan yang bekerja di Toko Monas, usaha jual beli hasil bumi milik Meldianti.
“Ibu saya telah menurunkan 50 kg kemiri,” bunyi WhatsApp itu.
Tidak cukup bukti
Kapolres Manggarai, dalam jumpa pers yang digelar Jumat (10/2/2023), mengatakan laporan tersebut tidak didukung bukti yang valid meskipun berkemungkinan benar terjadi dugaan jual beli proyek APBD antara Meldianti dan Adrianus Fridus.
“Kemungkinan peristiwa itu benar terjadi, kemungkinan ya, namun tidak bisa dibuktikan secara pasti,” kata AKBP Yoce Marten dalam jumpa pers, Jumat.
Kelemahan laporan Adrianus menurutnya karena keterangan-keterangan yang disampaikan tidak didukung oleh pihak-pihak yang lain yang disebutkan pelapor. Kemudian, sambung AKBP Yoce, bukti-bukti yang diberikan terputus tidak sampai mengarahkan ke satu titik seperti yang disangkakan.
Dalam penyelidikan kasus ini lanjutnya, penyidik telah menguji keterangan Adrianus bahwasannya Meldianti Hagur pada tanggal yang disebut pelapor melakukan rapat enam mata di rumah jabatan Bupati bersama Adrianus Fridus dan Rio Senta berbeda dengan fakta yang sebenarnya.
“Kemudian juga alibi-alibi yang disampaikan oleh beberapa pihak ketemu di sini ketemu di sana itu sudah bisa dipatahkan karena pada saat itu ibu M ini berada di luar daerah dan kita sudah melakukan pengecekan mengenai tiketnya kita bisa pastikan bahwa itu adalah bukti autentik bahwa yang bersangkutan tidak berada di di tempat kemudian ada daftar hadir sebuah kegiatan yang dihadirinya dan sebagainya,” papar Yoce Marten.
Proses pengusutan kasus ini, sebutnya memakan waktu lama dari Agustus tahun 2022 lalu dikarenakan keterangan pelapor tidak konsisten. Sehingga penyidik terpaksa menguji ulang setiap keterangan Adrianus yang berubah-ubah.
“Keterangan A ini pun selalu berubah-ubah sehingga kami harus melakukan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan. Mungkin dikatakan saat itu kami bertemu di sana di suatu tempat dengan si ABC maka kita harus memeriksa si ABC juga. Tapi keterangan ABC ini lain lagi kami ada di sana Pak kami ada di sini di tempat lain,saya juga begitu saya juga begitu. Itulah yang membuat proses ini lama karena beberapa keterangan yang dibuat tadi berubah berubah dan tidak saling mendukung,” katanya.
Disampaikan AKBP Yoce Marten, penyidik juga mengantongi cetakan hasil tangkapan layar percakapan WhatsApp Adrianus dengan Meldianti Hagur, tapi lagi-lagi bukti tersebut dinyatakan lemah.
“Ada beberapa screenshot yang bisa disampaikan kepada kami namun bukti-bukti screenshot tersebut juga belum menunjukkan adanya indikasi perbuatan pidana seperti yang diduga,” imbuh AKBP Yoce.
Disampaikannya, penghentian penyelidikan kasus ini berdasarkan saran dan masukan dari Direktorat Krimsus, Direktorat Krimum,Irwasda dan dipertegas lagi oleh fungsi pengawasan yang ada di Polda NTT yaitu Irwasda dan Bidpropam.
“Jadi kesimpulan yang dapat kami sampaikan adalah untuk perkara dugaan jual beli proyek di Kabupaten Manggarai atau yang dikenal selama ini dengan ‘ratu kemiri’ untuk sementara perkaranya kami hentikan penyelidikannya dikarenakan tidak cukup bukti untuk dinaikkan ke penyidikan,” jelasnya.
Berpeluang dibuka asal ada bukti akurat
Namun dia juga menyampaikan apabila di kemudian hari ada pihak yang menyerahkan bukti-bukti yang valid maka kasus tersebut berpeluang dapat dibuka kembali.
“Penyelidikan dapat kami lanjutkan jika ada bukti-bukti yang valid, bukti-bukti yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,” sebut Kapolres Yoce.
Penyelidikan kasus ‘Ratu Kemiri’ menurutnya, bukan berarti semuanya sudah selesai.
“Penyelidikan dihentikan pada saat ini dikarenakan semua dokumen, semua keterangan dari semua saksi yang kami periksa belum dapat dinaikkan ke penyidikan karena menurut penyidik kami yang sudah kita gelarkan di Polda, itu tidak cukup bukti terutama untuk dikaitkan dengan pasal-pasal yang ada di dalam undang-undang Tipikor,” tegas dia.
Bukan penyelenggara negara
Wartawan kemudian mencecar Yoce yang menerangkan bahwa alasan lain kasus ini tidak bisa disidik lebih lanjut karena pihak yang disebut Adrianus menerima uang beli proyek darinya bukanlah penyelenggara negara.
AKBP Yoce Marten menuturkan, penyidik tidak bisa mengenakan pasal pidana tipikor kepada Meldianti Hagur meskipun dia istri Bupati Manggarai maupun Meldianti juga sebagai Ketua Tim Penggerak PKK yang juga mendapat anggaran negara.
Dalam pengusutan kasus ini, penyidik telah mendengar keterangan ahli pidana tentang dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak-pihak yang bukan dari unsur penyelenggara negara.
Untuk memperkuat alibi tersebut, AKBP Yoce Marten menjelaska unsur pasalnya yakni Pasal 5 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Unsur pasalnya adalah setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya atau yang bertentangan dengan kewajibannya,” ungkap dia mengutip pasal tersebut.
“Berdasarkan juga keterangan beberapa ahli pidana bahwa yang dimaksudkan dalam penyelenggaraan negara ini harus statusnya sebagai pegawai negeri itu yang pertama kedua penyelenggara negara selain pegawai negeri adalah yang memiliki jabatan struktural sehingga dengan jabatan strukturalnya itulah dia bisa berbuat sesuatu atau tidak menyuruh tidak berbuat sesuatu,” terangnya lebih lanjut.
Ada peluang pidana umum
Ditambahkan AKBP Yoce Marten, dari sisi pidana umum kasus ini berpeluang bisa diusut kembali itupun jika kontraktor Adrianus Fridus merasa ditipu oleh janji-janji terkait jual beli proyek tersebut.
“Dari bidang pidana khusus untuk perkara ratu kemiri ini tidak bisa atau tidak cukup bukti dinaikkan kepenyidikan, kemudian juga saran dari Direktorat Reserse Kriminal Umum apabila yang bersangkutan terutama saudara A ini merasa ditipu oleh pihak-pihak lain itu bisa melaporkan untuk masalah tindak pidana umumnya,” tutup AKBP Yoce. (Jo Kenaru/ree)