Seorang pemuda di Gowa diduga dijebak, disiksa dan dipaksa mengaku sebagai pemilik 1.000 butir obat daftar G oleh polisi.
Sumber :
  • Idris Tajannang-tvOne

Seorang Pemuda di Gowa Diduga Dijebak, Disiksa dan Dipaksa Mengaku sebagai Pemilik 1.000 Butir Obat Daftar G oleh Polisi

Senin, 21 Agustus 2023 - 13:15 WIB

Gowa, tvOnenews.com - Seorang pemuda di Gowa diduga dijebak, disiksa dan dipaksa mengaku sebagai pemilik 1.000 butir obat daftar G atau obat berbahaya oleh polisi.

Inilah cerita Daeng Sitaba warga Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Dia mencari keadilan untuk anaknya yang bernama Kasrianto (18). Kasrianto kini mendekam di penjara karena diduga di diskriminasi oleh pihak kepolisian.

Di depan awak media, Daeng Sitaba menceritakan kronologi anaknya ditangkap oleh sejumlah orang yang mengaku sebagai anggota polisi unit narkoba dari Polda Sulawesi Selatan.

Penangkapan Kasrianto bermula saat dia disuruh oleh temannya bernama Erwin yang tidak lain adalah tetangga depan rumahnya.

"Si Erwin ini menyampaikan ke anak saya jika paket yang akan diambilnya itu atas nama Wahyu," kata Daeng Sitaba, Senin (21/8/2023).

Kasrianto pun bergegas menuju tempat jasa pengiriman dan pengantaran barang yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya sambil mengajak Wahyu yang namanya tertulis di paket yang dipesan oleh Erwin.

Tanpa mengetahui apa isi paket yang disuruh diambil oleh Erwin, Kasrianto dan Wahyu pun menuju ke perusahaan jasa pengiriman dan pengantaran barang tersebut.

Tidak lupa Erwin menyerahkan HP-nya ke Kasrianto agar bisa digunakan berkomunikasi saat tiba di lokasi pengambilan paket tersebut.

Sesampainya di sana, kata Daeng Sitaba, anaknya menyuruh Wahyu untuk masuk kedalam kantor jasa penitipan dan pengiriman barang tersebut untuk mengambil paket yang disuruh Erwin.

"Akan tetapi, Wahyu tidak mau masuk mengambilnya dengan beragam alasan sehingga anak saya yang masuk,” terangnya.

"Waktu anak saya meminta paket atas nama Wahyu, kurir pengantar paket sempat meminta KTP atas nama Wahyu. Anak saya kemudian keluar di parkiran motor untuk meminta KTP Wahyu. Namun, Wahyu beralasan tidak membawa KTP-nya,” sambungnya.

Sehingga, lanjut Daeng Sitaba, Kasrianto menelpon Erwin untuk mengirim foto KTP Wahyu yang ketinggalan.

"Erwin kemudian mengirim foto KTP Wahyu via WhatsApp. Kemudian memperlihatkannya. Setelah dilihat, paket kemudian diserahkan ke Kasrianto,” jelas Daeng Sitaba.

Saat paket tersebut berada di tangan Kasrianto, tiba-tiba datang sejumlah orang mengaku anggota polisi unit narkoba Polda Sulsel dan menangkap anaknya.

"Yang duluan ditangkap polisi itu Wahyu yang menunggu di luar. Kemudian saat paket itu dipegang anak saya langsung ditangkap sama orang yang mengaku anggota polisi unit narkoba Polda Sulsel,” terangnya.

"Menurut informasi, ternyata petugas kepolisian sudah berada di lokasi satu jam sebelum anak saya datang mengambil paket milik Erwin,” sambungnya.

Ironisnya, kata Daeng Sitaba, saat anaknya ditangkap polisi mengajaknya ke sebuah tempat tidak jauh dari Lapangan Syekh Yusuf.

Di sana Kasrianto dipukul dan disiksa sambil menyuruhnya mengaku jika paket itu miliknya.

Saat ditanya isi paket yang diambil anaknya tersebut, Daeng Sitaba mengungkap jika isi paket tersebut berupa obat daftar G jenis Tramadol dengan jumlah 1.000 butir.

Ayah Kasrianto mengaku jika penangkapan itu berlangsung pada tanggal 14 Maret 2023 lalu.

"Anak saya dibawa ke Polda Sulsel untuk diambil keterangan oleh penyidik Dirnarkoba Polda Sulsel bersama Wahyu,” ucapnya.

Namun sangat disayangkan, kata Daeng Sitaba, Kasrianto telah ditetapkan tersangka. Sementara itu, Wahyu yang bersamaan ditangkap dan dibawa ke Mapolda Sulsel malam itu juga dibebaskan.

"Wahyu yang namanya tertulis sebagai penerima barang malam itu juga dibebaskan dan kini anak saya sebagai tersangka tunggal. Sementara Erwin si pemilik barang yang menyuruh anak saya pergi mengambil paket itu justru tidak ditangkap,” katanya.

Daeng Sitaba menilai tindakan pihak kepolisian dalam perkara ini sangat diskriminatif. Pasalnya, pemilik dan penerima paket justru tidak ditangkap meskipun identitasnya sudah diketahui polisi.

Yusri Salman, kuasa hukum Kasrianto, mengatakan jika kasus tersebut sudah dilimpahkan ke pengadilan dan sudah memasuki tahap persidangan.

"Kasus Kasrianto Sudah dilimpahkan ke pengadilan dan sudah 5 kali sidang,” jelasnya.

Dia menduga kasus yang dialami oleh Kasrianto syarat akan adanya kriminalisasi.

"Indikasinya penyidik dalam hal ini tidak melakukan pemanggilan kepada orang-orang yang harusnya dimintai keterangan," paparnya.

Yusri menilai yang berhak dipanggil adalah dari perusahaan jasa pengiriman dan pengantaran barang, tempat pembelian di salah satu aplikasi belanja online, Erwin si pemesan dan Wahyu yang namanya ditulis di paket sebagai penerima namun telah dibebaskan.

"Jadi semua yang saya sebutkan tadi tidak ada yang diperiksa. Malah salah satunya seperti Wahyu justru dibebaskan. Sementara Kasrianto menjadi orang yang seolah-olah memesan paket dan akan mengedarkan obat-obatan daftar G tersebut,” terangnya.

Yusri menegaskan pihaknya akan berjuang maksimal di persidangan mengawal kasus yang dinilainya diskriminatif itu.

"Tidak menutup kemungkinan kami akan mengambil upaya seperti Dumas terkait ketidakprofesionalan penyidik Polda Sulsel dalam memproses dugaan tindak pidana ini. Termasuk jaksa, kami akan melakukan surat pengaduan terkait ketidak telitian dan kurang profesional dalam menangani perkara ini,” sambungnya.

Yusri menyebut ada sejumlah barang bukti yang dihilangkan dalam persidangan Kasrianto.

"Pembungkus paket yang tertulis pengirim dan penerima itu dihilangkan. Yang ditampilkan hanya toples dan isinya obat daftar G itu,” imbuhnya.

Menanggapi kasus yang dialami Kasrianto, Ketua Forum Masyarakat Anti Mafia Hukum Yakobus ikut angkat bicara.

Ia mengatakan Kasrianto diduga dikriminalisasi. Pasalnya, sejumlah pihak yang diduga terlibat justru tidak dipanggil oleh pihak kepolisian.

"Harusnya penyidik kepolisian kembangkan ini kasus. Tidak bisa hanya Kasrianto sendirian yang ditangkap. Jangan sampai ini memiliki jaringan besar,” ujar Yakobus.

Hal yang menurut Yakobus sangat tidak profesional adalah pihak kepolisian tidak pernah memanggil orang tua Kasrianto mulai dari dia ditangkap sampai berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan.

Sementara itu, Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulsel Kombes Pol Darmawan Affandy yang dikonfirmasi via WhatsApp mengenai dugaan diskriminasi terhadap Kasrianto mengatakan dia belum mengetahuinya soal perkara ini.

"Saya belum tahu,” tulisnya, Senin (21/8/2023).

Darmawan sendiri akan mengecek kasus tersebut ke anggotanya yang menangani perkara ini.

"Nanti saya tanyakan ke anggota," tutupnya. (itg/nsi)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
06:27
04:15
03:10
02:14
01:41
02:25
Viral