- Haswadi-tvOne
Cerita Mistis Jalur Seko: Jembatan Kayu Bergoyang, Pantangan Melintas Malam Hari dan Tarif Ojek Jutaan Rupiah
Luwu Utara, tvOnenews.com - Ada cerita mistis di Jalur Seko. Mulai dari jembatan kayu bergoyang, pantangan melintas malam hari hingga tarif ojek jutaan rupiah.
Jalan poros yang menghubungkan Kecamatan Sabbang dan Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan ini dikenal ekstrem.
Tidak hanya itu, Jalur Seko juga diklaim sebagai wilayah dengan tarif ojek termahal di dunia. Bagaimana tidak? Sekalinya ojek menarik penumpang, tarifnya bisa mencapai jutaan rupiah!
Selain ekstrem, Jalur Seko juga ternyata dikenal angker. Ada spot tertentu yang menurut warga pantang untuk dilintasi pada malam hari.
"Namanya Jembatan Kakea. Menurut warga yang biasa melintasi jalur ini, pantang melintas kalau sudah sore dan malam hari. Disarankan untuk beristirahat atau mencari rumah warga untuk ditempati menginap," kata Kepala KPH Kambuno Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan Ahmad pada Selasa (22/8/2023).
Ahmad mengisahkan cerita warga kepadanya yang mengaku sering melihat penampakan di Jembatan Kakea.
Mereka mengaku melihat jembatan yang terbuat dari kayu tersebut bergoyang.
Jalur ini dapat ditempuh selama dua hari satu malam menggunakan sepeda motor. Ahmad bersama timnya dari KPH Kambuno harus menyiapkan bekal yang cukup serta onderdil sepeda motor dan alat penerangan yang mumpuni.
Beratnya medan yang ditempuh bisa menyebabkan sepeda motor rusak, harus ganti ban hingga rem blong meskipun sebagian jalurnya sudah beraspal.
"Tapi masih ada 15 kilometer yang sangat ekstrem. Sepeda motor pasti tertanam kalau melintasi jalur ini. Apalagi pada musim hujan," katanya.
Dia menceritakan di Seko masih berlaku jual-beli sistem barter. Hasil bumi warga di sana dibeli menggunakan sembako, ikan laut, mi instan atau bahan bakar.
Ada cerita mistis di Jalur Seko. Mulai dari jembatan kayu bergoyang, pantangan melintas malam hari hingga tarif ojek jutaan rupiah. Dok: Haswadi-tvOne
"Iya di pasar desa masih dominan sistem barter karena sulitnya distribusi sembako dari Masamba sehingga warga memilih menjual hasil bumi mereka dengan barter sembako, ikan laut atau bahan bakar," ujarnya.
Meski dihadapkan pada medan jalan yang cukup ekstrem, Ahmad bersama timnya di KPH Kambuno harus tetap melakukan patroli hutan dan memberikan edukasi pada warga pentingnya melestarikan dan menjaga hutan lindung.
Sementara itu, Adnan—warga Sabbang—mengatakan tarif ojek dari Sabbang ke Seko memang selangit. Hal itu sepadan dengan sulitnya medan yang akan dilalui.
"Kalau sekarang musim kemarau di kisaran Rp500 ribu hingga Rp600 ribu sekali jalan. Tapi kalau musim hujan naik lagi tarifnya," kata Adnan.
Adnan menambahkan meski terisolasi dan sulit dijangkau via darat, Seko memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah serta pemandangan alamnya yang masih cukup alami dan terjaga dengan baik. (has/nsi)