- Jamil Azali
Kisah Pilu Wanita Pemecah Batu di Buton Tengah Tinggal di Gubuk Reot
Buton Tengah, tvOnenews.com - Kisah pilu seorang wanita pemecah batu di Desa Waliko, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, tinggal bersama keluarganya yang beranggotakan delapan jiwa di sebuah gubuk reot yang hanya berukuran 3x3 meter. Merekapun terkadang harus menahan lapar akibat kemiskinan ekstrem.
Sungguh pilu nasib Wa Ambe (39), wanita pemecah batu yang tinggal di Dusun Ko'o, Desa Waliko tersebut harus menjalani hidupnya menghuni gubuk reot berdinding papan dan beratap daun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Wa Ambe tinggal bersama lima anak dan dua cucunya. Semua aktivitas rumah tangga mulai dari mencuci pakaian, mencuci piring dan memasak di lakukan di dalam bilik tersebut.
"Kita di dalam rumah itu 8 orang, jadi kalau tidur kita atur baik-baik mi sampai baku gepe (berdempetan), memasak mencuci sudah di dalam itu semua, kalau mau memasak saya geser dulu anaku yang tidur baru saya bisa memasak, susah kasian, "keluh Wa Ambe, saat ditemui di gubuknya, Sabtu (11/5/2024).
Wa Ambe bersama tujuh anggota keluargannya hidup dalam kemiskinan ekstrem selama bertahun-tahun. Sehari-hari Wa ambe menggeluti pekerjaan sebagai pemecah batu, setiap pagi Ia harus mencari batu di dalam hutan lalu setibanya di rumah/ batu itu dipecahkan kecil-kecil menggunakan palu di bawah kolong gubuknya. Pecahan batu tersebut kemudian dikumpul sedikit demi sedikit lalu ditumpuk di tepi jalan dengan harapan dapat segera terjual. Namun dalam sebulan batu milik Wa ambe hanya bisa terjual sebanyak lima karung dengan harga Rp 15 ribu perkarung.
"Kalau dalam satu bulan kadang hanya laki lima karung saya hanya dapat 70 ribu mi, saya juga cari kayu di hutan baru saya jual, kalau tidak begitu kasian kita mau makan apa, "terang Wa Ambe.
Tentunya saja pendapatan dari hasil jual pecahan batu tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan makan keluarganya. Wa Ambe pun terpaksa mencari kayu bakar di hutan untuk dijual kembali dengan hasil yang tak seberapa demi menyambung hidup.
Jika persediaan beras bantuan dari pemerintah mulai menipis, Wa Ambe terpaksa mengurangi jatah makan keluarganya hanya sekali makan dalam sehari, bahkan tak jarang Wa Ambe yang juga memiliki bayi ini harus menahan lapar demi anak-anaknya bisa makan. Sementara suaminya yang jauh di rantau sangat jarang mengirimi uang karena penghasilan yang tak menentu.
"Kadang satu hari itu saya tidak makan, biar mi saya tahan-tahan laparku asal anak-anakku bisa makan, "ujarnya.
Wa Ambe memiliki 5 orang anak yang masih kecil-kecil dari pernikahan keduanya, sementara anak tunggal dari pernikahan pertamanya telah menjadi wanita dewasa dan telah menikah, namun pernikahannya kandas akibat suaminya meninggalkan dengan dua anak yang masih kecil-kecil yang kini tinggal bersamanya di gubuk tersebut. Anak Wa Ambe yang telah memberinya cucu tersebut kini bekerja di sebuah lapak makanan dengan gaji yang tidak seberapa.
Gubuk reot yang menjadi tempat tinggal Wa Ambe dari tahun ke tahun terus mengalami kerusakan. Meski tempat tinggalnya tak layak huni, Wa Ambe tidak pernah mendapat bantuan program bedah rumah dari pemerintah. Wa Ambe dan kelurganya berharap pemertintah daerah maupun pemerintah desa setempat dapat memberinya bantuan bedah rumah agar keluarganya dapat menghuni rumah yang layak untuk menjadi tempat tinggal. (jai/frd)