Bayi berusia 1 tahun 13 hari di Gowa meninggal di Rumah Sakit Syekh Yusuf.
Sumber :
  • Idris Tajannang

Kematian Bayi di Gowa Diduga Akibat Malapraktik, Orang Tua Bercerita Sambil Menangis

Rabu, 4 September 2024 - 13:45 WIB

Gowa, tvOnenews.com – Kasus kematian bayi berusia 1 tahun 13 hari di Rumah Sakit Syekh Yusuf, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan memicu keprihatinan dan keluhan mendalam dari keluarga pasien mengenai penanganan medis dan prosedur administratif di rumah sakit tersebut.

Orang tua sang bayi mengungkap jika awalnya dia membawa anaknya ke rumah sakit lantaran mengalami sesak nafas.

Ia pun menceritakan dimana pada hari Senin 26 Agustus 2024 lalu, Natalia Maskurain Pauranan (Korban)  yang berusia 1 tahun 13 hari, dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Syekh Yusuf Kabupaten Gowa oleh ibunya yang melaporkan keluhan sesak napas.

Di UGD, bayi tersebut diberikan penguapan sebagai tindakan awal. Meskipun kondisi korban sedikit membaik namun kondisi Natalia tidak stabil dan ia dipindahkan ke ruang perawatan.

"Setelah di kasih penguapan, kondisi anak saya mulai agak membaik. Lalu di pindahkan ke kamar perawatan," ungkap Pauranan, Ayah sang bayi, Rabu (4/9/2024).
Saat pindah ke ruang perawatan, bayi tersebut kembali mengalami sesak nafas hingga ayah sang bayi meminta agar diberikan penindakan seperti di ruang UGD sebelumnya.

"Terus di ruangan itu sempat lagi kambuh sesaknya, jadi saya minta untuk di uap lagi terus ada perawat bilang tidak ada rekomendasi dari dokter untuk kasih penguapan, jadi saya bilang di bawah di ruangan IGD, dikasih ji, terus perawat itu bilang beda dokternya diatas sama disini," jelasnya.

Lama mendapat penanganan, orang tua korban meminta kepada perawat agar anaknya dirujuk ke salah satu rumah sakit di kota Makassar.

"Karena lama mendapat penanganan, saya meminta rujukan ke rumah sakit lain, tapi pihak rumah sakit sengaja menunda-nunda sampai kondisi anak saya mulai drop akibat sesak nafas. tapi saya lihat para perawat di rumah sakit masa bodoh ji dan tidak langsung dia tangani ana saya. Itupun pergiji na lihat begitu, berapa kali pa bolak balik kesana baru masuk ke kamar na lihat, itu pun di kamar cuma dia lihat ji begitu, baru kembali mi lagi ke ruangannya," ungkapnya.


Usai melakukan komplain, akhirnya perawat melakukan penanganan dengan mencoba memasang infus ke sang bayi. Namun Karena mengalami kesulitan untuk memasangkan infus, yang menurut keterangan medis, menjadi alasan utama untuk melakukan operasi.

"Sempat mau di infus, tapi kata perawatnya kesulitanki untuk memasang infus di tangan anakku jadi harus dipasangi inful lewat kakinya dengan tindakan operasi," pungkas Ayah korban.

Sementara Ibu bayi, Henni Dg Ngai, mengungkap bahwa saat itu ia merasa tertekan untuk menandatangani persetujuan operasi tanpa cukup waktu untuk mempertimbangkan atau mendapatkan pendapat dari suaminya.

Akibatnya proses penanganan yang terburu-buru dan kurangnya penjelasan rinci tentang prosedur operasi menyebabkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran mendalam kepada kedua orang tua korban.

"Waktu itu saya dipaksa untuk menandatangani berkas persetujuan operasi anak saya, dan saya dipaksa secara terburu-buru hari itu juga, sampai saya merasa tertekan karena khawatir terjadi sesuatu pada anak saya ,"ungkit ibu korban.

Tidak sampai disitu, Sebelum operasi, ibu bayi juga dihadapkan pada masalah administratif terkait BPJS. Dimana terdapat denda yang harus dibayar sebelum rujukan dapat diproses.

Meskipun pihak rumah sakit menyarankan pembayaran denda di minimarket, proses ini semakin memperlambat penanganan medis.

Keluarga bayi mengklaim bahwa pembayaran denda tersebut seakan menjadi syarat utama yang harus diselesaikan sebelum langkah medis lebih lanjut dapat dilakukan.

"Karena terdesak, saya terpaksa menandatangani persetujuan operasi anak saya, karena kata pihak rumah sakit meskipun anak saya di rujuk tetap tidak akan di tangani karena terkendala denda BPJS."Ungkapnya.

Singkatnya, setelah operasi, bayi Natalia dibawa ke ruang ICU, di mana ibu bayi mengaku tidak diperbolehkan melihat anaknya segera setelah operasi. Meskipun diberi tahu bahwa operasi berjalan lancar, ibu sang bayi tidak diberikan kesempatan untuk melihat atau memantau kondisi anaknya secara langsung.

"Saya sempat melihat sekilas saat di ruang operasi adanya perubahan warna pada tubuh bayi saya yang diduga akibat obat atau infus," ungkapnya.

"Pasca operasi Hari Rabu 28 Agustus 2024 sore, beberapa saat kemudian saya diberitahu bahwa Natalia anak saya telah meninggal dunia," tutur orang tua bayi sembari meneteskan air mata.

Dalam kejadian ini, Keluhan kedua orang tua korban menggarisbawahi beberapa isu serius dalam pelayanan rumah sakit, antara lain.


Keluarga merasa bahwa mereka tidak diberikan penjelasan yang memadai mengenai prosedur medis yang dilakukan, terutama terkait operasi. Ketiadaan informasi yang jelas mengenai risiko dan langkah-langkah yang akan diambil menciptakan kebingungan dan ketidakpastian.


Kemudian penanganan administratif yang menghambat dimana denda BPJS yang harus dibayar sebelum rujukan diurus dipandang sebagai hambatan yang tidak seharusnya mempengaruhi penanganan medis, terutama dalam situasi darurat.


Tidak hanya itu, orang tua bayi juga mengkritisi kualitas penanganan medis Rumah Sakit Syekh Yusuf Kabupaten Gowa dimana Terdapat kritik mengenai penanganan medis yang dianggap tidak memadai, termasuk penanganan infus dan tindakan operasi yang seharusnya tidak perlu jika penanganan awal lebih efektif.


Keluarga korban berharap agar kasus ini dapat diselidiki secara mendalam dan menjadi bahan evaluasi bagi rumah sakit untuk memperbaiki sistem pelayanan dan administrasi mereka.

Keluarga Natalia, yang terdiri dari Ronaldo Pauranan (42) dan Henni Dg Ngai (42), meminta agar rumah sakit dan pihak terkait melakukan perbaikan signifikan dalam pelayanan medis dan administrasi untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Mereka juga berharap agar kejadian ini menjadi perhatian serius bagi otoritas kesehatan dan memberikan dorongan untuk reformasi dalam sistem kesehatan lokal.

Sementara itu, pihak rumah sakit angkat bicara terkait kematian Natalia Maskurain Pauranan yang viral belakangan ini.

PLT Dirut Rumah Sakit syekh Yusuf Kabupaten Gowa, Dr. Ummu Salamah, mengungkap jika penangan yang diberikan oleh rumah sakit susah sesuai prosedur tindakan.

"Jadi di perawat itu sempat mamang tidak lancar infus nya, ada pembengkakan pada tanga bayi sehingga diputuskan untuk mencari di area lain untuk pemasangan infus kembali," kata Dr. Ummu Salamah.

"Setelah dilakukan usaha beberapa kali karena kondisi pasien yang sudah hipopolemik disebabkan karena demamnya dan kemudian kondisi penyakitnya sendiri akhirnya menyusahkan petugas untuk melakukan pemasangan infus," sambungnya.

Sampai ke esokan harinya, setelah kembali dilakukan untuk pemasangan infus, petugas kembali kesulitan sehingga diambil langkah untuk pembedahan Vena seksi.

"Karena masih kondisi yang sama, maka dokter memutuskan untuk konsul ke bedah untuk dilakukan Vena seksi. Dimana Vena seksi itu lansung memasukkan kateter ke intravenanya dengan tindakan Vena seksi,Vena seksi itu membuka jaringan supaya venanya lansung di temukan di bagian kaki,"  jelasnya.

Karena kondisi pasien nya sudah sangat berat, kata Dr.Ummu Salamah, pasien sudah dehidrasi berat, sehingga menyulitkan tim dokter untuk melakukan tindakan.

"Setelah satu jam lebih akhirnya dokter menemukan venanya itu mencarinya agak kedalam mencari dan berhasil memasukkan ivk kateter tersebut kedalam venanya," bebernya.

Sempat dokter melakukan upaya menutup luka tersebut, ternyata ada terkendala lagi, dimana terjadi penyumbatan di area Vena seksi yang dinilai agak dalam.

"Penindakan Vena seksi sudah berhasil, namun ada kendala lagi, jadi kesadaran bayi memang sudah menurun sejak masuk RS dan meninggal di hari kedua."tutupnya.(Itg/frd)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:50
02:03
03:05
03:21
01:44
01:05
Viral