- Idris Tajannang
Tangis Guru SDN 95 Campagaya Takalar Pecah Saat Menceritakan Kondisi Sekolahnya
“Kami mengajar di bawah tenda. Ketika musim hujan datang, atap tenda tidak mampu melindungi kami. Air hujan masuk, membasahi bangku-bangku, sehingga kami harus berkumpul di satu ruangan dengan kelas lain. Kadang, kami bahkan belajar di teras,” lanjut Nuryanti sambil menahan isak tangisnya.
"Plafon kelas sudah runtuh, dinding retak, dan sebagian besar ruangan tidak layak untuk digunakan," tambahnya.
Dari enam ruang kelas yang ada, kata Nuryanti, hanya dua yang masih dapat digunakan. Sisanya kelas 1, 5, dan kelas 6 sudah rusak parah.
“Saya kasihan sekali dengan anak-anak. Kalau hujan turun, mereka harus mencari tempat berteduh, bahkan terkadang belajar di masjid depan sekolah. Bagaimana mereka bisa belajar dengan tenang jika kondisinya seperti ini?," bebernya.
Ia juga menyampaikan jika Kondisi ini juga berdampak signifikan pada jumlah siswa yang mendaftar.
Katanya, Sebelum sekolah mengalami kerusakan parah, jumlah siswa baru biasanya mencapai 28 hingga 30 orang setiap tahun. Namun kini, jumlah tersebut menurun drastis menjadi hanya sekitar 12 orang.
“Orang tua siswa berpikir, bagaimana anak-anak mereka bisa belajar dengan nyaman di sekolah yang kondisinya seperti ini? Mereka akhirnya memilih sekolah lain yang lebih layak,” ujar Nuryanti dengan nada getir.