- Tim Tvone-Abdullah daeng Sirua
Tok, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar Tolak Gugatan Terhadap Enam Media di Makassar
Makassar, Sulsel - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar,
Sulawesi Selatan, memutuskan menolak atau tidak dapat menerima gugatan
perdata senilai Rp100 triliun yang dialamatkan kepada enam media,
yakni Antara News, TerkiniNews, CelebesNews, MakassarToday,
KabarMakassar dan RRI.
"Maka mengenai dalil-dalil substansi mengenai pokok perkara tidak
perlu lagi dipertimbangkan atau belum cukup waktu diputuskan, karena
penggugat belum menempuh penyelesaian sengketa jurnalistik atau
sengketa pers sebagaimana diatur UU Pers sebagai Lex Spesialis," kata
Ketua Majelis Hakim.
Penolakan atas gugatan perdata yang dilayangkan M Akbar Amir, pria
yang mengaku sebagai Raja Tallo, itu dibacakan dalam sidang putusan
yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Jahoras Siringo Ringo serta Anggota
Majelis Hakim Rusdiyanto Loleh dan Angeliky Handajani Day, di PN
Makassar, Rabu (14/9).
Ketua Majelis Hakim, Jahoras Siringo Ringo saat membacakan putusan
menyatakan menimbang bahwa gugatan penggugat dinilai prematur sehingga
tidak dapat diterima.
Majelis Hakim menyatakan bahwa dalam fakta persidangan tidak ditemukan
bukti yang berkaitan dengan Penggugat menggunakan hak koreksi dan atau
hak jawab sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang 40 tahun 1999
tentang Pers serta upaya hukum lainnya, seperti somasi dan mediasi.
"Justru penggugat mengakui tidak menjalankan hak koreksi dan hak jawab
sebagaimana ditentukan dalam pasal 5 ayat 2 dan 3 UU 40 tahun 1999
tentang Pers, dimana mekanisme ini sesuai keterangan saksi ahli Dewan
Pers Imam Wahyudi wajib ditempuh terlebih dahulu sebelum menempuh
jalur hukum perdata dan atau pidana. Bahwa ahli menyatakan berita yang
ditayangkan enam media adalah karya jurnalistik," sambungnya.
Sebelumnya, dalam eksepsi pada butir 1 para tergugat (media) I, IV, V
dan VI menyatakan gugatan penggugat prematur, penggugat tidak
mempunyai legal standing seperti dimaksud tergugat, gugatan penggugat
Eror in Persona, gugatan penggugat kedaluwarsa serta gugatan penggugat
tidak lengkap.
"Bahwa eksepsi tergugat terkait balasan gugatan prematur cukup alasan
diterima dalam perkara ini," lanjut Ketua Majelis Hakim.
Sehubungan dengan eksepsi pihak tergugat, maka berdasarkan
Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 2345.K/sips/2016 19 Desember 2016
Juncto putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2284.K/Sips/2017 tanggal 16
Desember 2017 Juncto Putusan MA 310.k/sips/2017 tanggal 17 Januari
2018 Juncto Putusan MA Nomor 1996.k/Pdt/2019, tanggal 26 Agustus 2019
yang pada intinya mengandung kaidah hukum suatu surat gugatan yang
diajukan terlalu dini atau prematur harus dinyatakan tidak dapat
diterima.
"Maka dengan mempedomani Yurisprudensial tersebut, telah cukup alasan
untuk menghukum Penggugat dengan menyatakan gugatan penggugat tidak
dapat diterima. Menimbang oleh karena gugatan penggugat tidak dapat
diterima, maka pihak penggugat harus dihukum untuk membayar biaya
perkara sejumlah yang ditetapkan dalam amar putusan ini," ujarnya.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan dalam eksepsi menerima
eksepsi Tergugat 1, 4, dan 5 serta 6, dan dalam pokok perkara: 1.
Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima dan 2. Menghukum
Penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp3.800.030.
Sementara itu, usai persidangan Kuasa Hukum Tergugat dari Koalisi
Pembela Kebebasan Pers Sulsel DR Muh Al Jebra Al Iksan Rauf SH MH
mengatakan putusan tersebut merupakan wujud negara mengakui Kebebasan
Pers.
"Putusan ini bentuk bahwa memang negara menghargai tentang adanya
Kebebasan Pers, itu dilihat oleh pertimbangan Majelis Hakim dengan
menyatakan sebelum diajukan ke pengadilan, terlebih dahulu mengajukan
hak jawab maupun koreksi terhadap produk jurnalis dan apabila tidak
direspons baru kemudian keberatan itu dibawa ke ranah Dewan Pers
karena dalam UU Pers sifatnya imperatif, perlu dilalui dimana fakta
persidangan, penggugat tidak pernah menggunakan hak jawab maupun hak
koreksi selama beberapa tahun ini," kata Jebra.
Ia juga mengatakan bahwa sebagaimana diketahui ada mekanisme yang
harusnya lebih dulu Penggugat tempuh. Dalam UU Pers diatur mengenai
hak koreksi dan hak jawab yang bisa dibawa ke rana Dewan Pers bilamana
pihak media mengabaikan kedua hak tersebut.
Kuasa Hukum RRI (tergugat VI) Eza Mahadika menambahkan, bahwa majelis
hakim dalam perkara ini telah memeriksa dan menyidangkan perkara
dengan sangat cermat dan teliti, sehingga mengeluarkan keputusan yang
tepat sesuai dengan ketentuan mekanisme hukum yang berlaku.
"Kami jadikan putusan ini sebagai momentum perjuangan Kemerdekaan Pers
sekaligus pembelajaran bagi jurnalis agar bisa lebih baik lagi
menjalankan tugas sebagai jurnalistik," ujarnya.
Secara terpisah, Kuasa Hukum Penggugat Mukadi Saleh, mengaku pihaknya
belum memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim
tersebut.
"Masih akan dibicarakan lagi dengan tim kuasa hukum, akan dilakukan
upaya banding atau bagaimana," kata Mukadi.
Ditanyakan apakah puas atau tidak atas putusan tersebut, Mukadi
menyatakan pihaknya harus puas atas keputusan Majelis Hakim, karena
tidak diintervensi oleh siapa pun, mulai dari penggugat dan tergugat.
Seperti diketahui, enam media di Kota Makassar diperkarakan ke PN
Makassar dalam kasus perdata dengan dalil perbuatan melawan hukum.
Adapun enam media yang digugat berdasarkan data salinan nomor perkara
secara online, yakni Antara News, Terkini News, Celebes News, Makassar
Today, Kabar Makassar dan RRI, dengan penggugat bernama M. Akbar Amir.
Gugatan M Akbar Amin terhadap enam media terkait berita konferensi
pers tahun 2016, dimana narasumber dalam berita mempertanyakan status
M. Akbar Amin sebagai Raja Tallo.
Atas berita itu, M. Akbar Amin mengaku mengalami kerugian senilai
Rp100 triliun akibat pembatalan sejumlah proyek yang diklaimnya.
Kasus ini sempat mendapat sorotan dari berbagai kalangan, karena
dinilai bisa mengancam kemerdekaan pers karena gugatan yang dapat
membangkrutkan perusahaan media.
Selain dari berbagai organisasi jurnalis dan perusahaan media,
dukungan juga datang dari Dewan Pers dan Komite Keselamatan Jurnalis
atau KKJ di Jakarta.(amn/ask)