Rumah Paeba' Dg Nai lansia berumur (81) warga Kampung Beru, Dusun Bonto Ramba, Desa Panciro, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang hidup serumah dengan kandang dan ayamnya..
Sumber :
  • Tim Tvone-Idris Tajannang

Miris, Kakek Lansia Hidup Serumah dengan Kandang Ayam dan Makan dengan Garam

Rabu, 21 Desember 2022 - 11:43 WIB

Kabupaten Gowa, tvOnenews.com  - Betapa mirisnya kehidupan seorang kakek lansia di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Lansia itu bernama Paeba' Dg Nai (81) warga Kampung Beru, Dusun Bonto Ramba, Desa Panciro, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Selama ini, ia hidup sebatang kara, tinggal di rumah yang luasnya hanya 3 meter persegi, itupun dengan kondisi lantainya dari tanah. Dari pantauan tvonenews kakek lansia tersebut tinggal serumah dengan kandang dan ayamnya.

"Itu ayamku di depan pintu kamar, ada juga kandangnya, maumi di apa, jangan sampai ada yang curiki di luar,” kata Dg Nai.

Di kamarnya, hanya ada satu buah lampu yang menjadi penerang, pakaian seperti celana, baju dan beberapa kain terlihat di tempat tidur berantakan.

Dispenser dan Galon yang berisi air ikut menjadi pelengkap di dalam kamar. Namun ironisnya, saat ditanya, isi di dalam galon yang terpasang di atas dispenser adalah air sumur yang setiap hari ia konsumsi meskipun warnanya agak kecoklatan.

"Kalau ada uang, saya lebih baik beli beras daripada beli air galon, supaya ada lagi saya makan,” ucap Dg. Nai di dalam kamar tidurnya yang sempit dan bau apek itu.

Ia juga mengatakan jika dirinya tidak punya beras untuk dimasak, ia pergi memulung mengumpulkan gelas plastik, kardus dan menjualnya.

"Saya pergi memulung, cari gelas plastik, kardus, yang bisa dijual, untuk bisa beli beras," pungkasnya.

Saat ditanya soal bantuan BLT ataupun bantuan pemerintah, ia mengaku tidak pernah menerima bantuan tersebut.

"Saya tidak pernah dapat bantuan baik sembako ataupun BLT," terangnya.

Kakek yang hidup sebatang kara ini menceritakan jika rumahnya itu dibangun menggunakan balok kayu bekas, atap dan dinding rumahnya dari seng bekas yang sudah karatan yang didapatkannya dari keponakan dan tetangganya.

Ia juga mengungkap jika pada tahun 1968 dirinya pergi merantau ke Tarakan dan Nunukan.

"Dulu di perantauan itu, saya kerja sebagai buruh kapal,” ungkapnya.

Dg. Nai menceritakan jika dirinya sempat memiliki istri dan ia menikah sejak tahun 1986 namun tidak dikaruniai anak. Ia kemudian pulang ke kampung halaman tahun 2004, sementara istrinya tidak mau ikut bersamanya, sehingga Dg Nai memilih meninggalkan istrinya.

Sementara itu Kepala Desa Panciro, Anwar Malolo yang dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp mengatakan jika kondisi Dg Nai memang sangat memprihatikan dan layak dibantu.

"Benar, Dg Nai itu warga saya, memang sangat memprihatikan dan layak untuk dibantu," ungkap Kepala Desa Panciro, Rabu (21/12/22).

Anwar Malolo juga tidak menampik jika Dg Nai memang tidak pernah mendapatkan bantuan seperti BLT ataupun bantuan pemerintah lainnya.

Pasalnya, Dg Nai tidak memiliki kartu keluarga dan KTP sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan pemerintah.

"Saya sempat mencoba membantu untuk mendapatkan bedah rumah, tapi tidak punya kartu penduduk sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan itu,” tuturnya.

"Sempat saya suruh staff ku untuk menguruskan berkasnya di Capil, tapi sampai sekarang belum ada laporannya ke saya, Insya Allah saya akan turun lansung mengurusnya," sambungnya.

Karena tidak dapat bantuan, biasanya dikasih bantuan secara pribadi, baik berupa sembako ataupun uang.

Begitu juga warga yang tinggal di sekitar rumah Dg Nai, sejumlah warga kerap memberikan bantuan berupa beras ataupun uang.

"Kami tetangganya biasa bergantian memberikan bantuan, baik berupa makanan, beras ataupun uang buat Dg Nai,” ucap seorang tetangga Dg Nai. (Itg/Ask)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:37
03:27
15:26
14:16
02:25
03:14
Viral