- Istimewa/tangkapan layar tiktok @sidolipaniliknilik
Terkuak! Kronologi Tewasnya Bripka Arfan Saragih, Sang Istri Tak Terima
Samosir, tvOnenews.com - Tewasnya Bripka Arfan Saragih (AS) masih menyimpan tanda tanya. Bahkan, sang istri Bripka AS tak terima atas kepergian sang suami.
Hal ini lantara, pihak keluarga menduga ada banyak kejanggalan terkait kematian Bripka AS yang sebelumnya disebutkan tewas bunuh diri akibat menenggak cairan Sianida.
Dikutip dari polri.go.id, kronologis Bripka Arfan Saragih (AS) ditemukan tewas di Dusun Simullop, Desa Siogung Ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.
Mayat Bripka Arfan ini ditemukan oleh sesama rekan polisinya pada 6 Februari lalu.
Bahkan dikabarkan Bripka Arfan ditemukan tewas lakukan bunuh diri usai diduga menggelapkan wajib pajak sekitar Rp2,5 miliar di Samsat Samosir UPT Pangururan.
Selain itu, dikabarkan sebelum ditemukan fakta bahwa dirinya yang diduga menggelapkan uang pajak ternyata Bripka Arfan telah memesan racun sianida.
Racun sianida yang Bripka AS pesan tersebut berasal dari daerah Bogor, Jawa Barat.
“Hasil pemeriksaan dokter Forensik Bripka As meninggal akibat minum cairan sianida,” ucap Kapolres Samosir.
Selain itu, polisi juga menemukan minuman bersoda berwarna keruh yang diduga telah dicampur racun sianida oleh Bripka Arfan.
Saat ditemukan, terlihat pada bagian belakang dan telinga kiri terdapat warna kemerahan. Meskipun begitu, pihak keluarga tak percaya jika Bripka Arfan meninggal karena bunuh diri.
Sebelumnya diberitakan, Kuasa hukum keluarga Bripka AS, Fridolin Siahaan SH menjelaskan beberapa hal dugaan kecurigaan dibalik kejadian Bripka AS disebut tewas bunuh diri yang kuat dugaan berkaitan dengan kasus penggelapan PKB di UPTD Samsat Pangururan.
Ia sampaikan, ada indikasi, dugaan kuat menutup-nutupi fakta sebenarnya dari sumber persoalan yakni pnggelapan PKB tersebut. Di mana ditegaskan kasus yang terungkap di awal tahun 2023 ini diduga melibatkan banyak pihak, baik anggota maupun pimpinan dari UPTD Samsat Pangururan dan juga Polres Samosir.
"Dugaan kami, di balik kasus Penggelapan PKB ini terindikasi tidak hanya enam orang tersangka yang satusnya ada PHL Polres, Honorer UPTD dan dua oknum Polri berangkat rendah. Melainkan ada dugaan keterlibatan atau peran serta dari oknum pejabatnya. Baik pihak UPTD Samsat Pangururan, atau mungkin Kapolres. Karena di kasus ini bergulir ada dokumen asli yang disebut sebut sebagai alat meyakinkan ratusan orang korban,” sebut Fridolin.
Kemudian ia membeberkan beberapa hal kejanggalan di antaranya, soal pemesanan racun sianida dengan belanja online dan pengantaran COD, melalui hand phone korban yang disebut terjadi pada tanggal 23 Januari 2023.
Di mana pada hari dan tanggal tersebut, hand phone milik Bripka AS sudah disita Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman, terkait kasus penggelapan PKB senilai Rp 2,5 miliar.
Berdasarkan informasi penelusuran yang sudah dilakukan dan dalam konferensi pers pekan lalu di Polres Samosir, racun sianida itu dipesan secara online dari Bogor, Jawa Barat. Kemudian racun tiba pada tanggal 30 Januari 2023 atau 7 hari setelah pemesanan COD, bahkan racun itu sampai ke UPT Samsat Pangururan pada pukul 21.49 WIB.
"Hasil tracking kami berdasarkan nomor resi barang itu diterima di kantor Samsat Pangururan. Itu juga kami pertanyakan apakah kantor tersebut buka sampai malam,” ungkapnya.
Kejanggalan lainnya dibeberkannya, ketika Kapolres Samosir menyampaikan saat keterangan pers bahwa racun sianida tidak diketahui dari mana. Sedangkan tim digital forensik menemukan riwayat pencarian google pencarian racun.
"Karena merasa janggal, keluarga mendesak agar polisi membuktikan bahwa racun merupakan milik Bripka Arfan Saragih dengan mengirim bukti pesanan online”
"Ketika kami desak akhirnya per tanggal 20 Maret 2023 mereka membuat keterangan bahwa sianida berasal dari toko online yang dipesan almarhum. Muncullah pernyataan kalau racun dibeli dari Bogor melalui hand phone korban," katanya.
Fridolin memaparkan kalau kejanggalan itu di antaranya juga terjadi pada tanggal 4 dan 5 Februari 2023 Polres Samosir tidak mau menerima laporan istri almarhum Bripka Arfan Saragih dengan alasan belum 3×24 jam.
“Ketika jenazah Bripka AS tidak dibawa ke TKP, sementara saat itu istri almarhum berada di Polres Samosir,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, pada tanggal 8 Februari 2023, Polres Samosir menolak dilakukan penguburan almarhum Bripka AS secara kedinasan.
“Dengan alasan dikarenakan almarhum dinyatakan melakukan bunuh diri sesuai surat pernyataan yang dibuat oleh Kabag SDM Polres Samosir Kompol Saut Tulus Panggabean. Padahal saat itu hasil autopsi belum keluar,” jelasnya.
Lalu kecurigaan bekas luka memar yang dialami korban. Keluarga sempat melihat sejumlah luka tak wajar dan diduga akibat hantaman benda tumpul di bagian belakang kepala Bripka AS.
Untuk itulah, sambung dia, pihak keluarga dan kuasa hukum mendesak Kapolri mengusut tuntas atas kematian almarhum Bripka AS.
“Meminta Kapolri untuk membentuk tim khusus pengungkap fakta dan mendesak Kapolri untuk mengusut semua pelaku yang terlibat dalam kasus penggelapan pajak di Samsat Pangururan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Poldasu, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengungkapkan bahwa pelaporan yang dibuat dan telah diterima pihaknya, terkait dugaan pembunuhan masih berproses.
Hadi menjelaskan ranah itu merupakan hak dari pelapor.
"Karena secara resmi Kapolres Samosir sudah membuat penjelasan resmi.” Kata Hadi.
Hadi pun menjawab adanya dumas dari Jenni Irene Boru Simorangkir yang pada tanggal 27 Januari 2023 lalu ke Propam Poldasu. Hal itu terkait penyitaan HP Bripka AS oleh Kapolres Samosir pada tanggal 23 Januari 2023.
"Saya cek dulu terkait dumas istrinya ke Propam Polda ya,” kata Hadi. (lno/aag)