- Tim TvOne/Kiki
Tambang Batubara Rakyat Ilegal Kian Menjadi di Muaraenim, APH Terkesan Tutup Mata
Muaraenim, tvOnenews.com - Tambang batubara rakyat ilegal yang kian menjadi-jadi dan makin tersebar di wilayah Kabupaten Muara Enim membawa dampak kerusakan terhadap lingkungan seolah-olah tidak tersentuh hukum mendapat sorotan dari organisasi masyarakat Masyarakat Suka Lingkungan Hijau Sumatera Selatan.
Seperti yang dikatakan oleh Ketua Umum Lembaga Masyarakat Gerakan Masyarakat Suka Lingkungan Hidup Sumatera Selatan Andi Chandra SE didampingi Endang Suparmono Ketua Bidang Program dan Strategi serta pengurus lainnya dalam press releasenya, Minggu (2/4/2023) bahwa pihaknya mempertanyakan kenapa penertiban tambang rakyat ilegal tersebut seakan tak mampu tersentuh oleh hukum.
"Itu yang kami pertanyakan, setiap kali akan ditertibkan para pelaku Tambang Ilegal tersebut selalu mengatasnamakan rakyat, padahal yang bekerja di sana hanya sedikit orang Muara Enim selebihnya dari luar daerah. Dan ini terkesan akal-akalan mereka para pemodalnya, dengan membenturkan rakyat dengan pemerintah," katanya.
Dikatakannya jika memang penertiban tersebut akan dilakukan,hal Ini harus komprehensif dalam penanganannya.
"Bila perlu hal ini harus menjadi atensi langsung dari Presiden Joko Widodo,dan dilakukan secara serius," tegas Andi.
Menurut Andi, saat ini, kegiatan penambangan yang mengatas namakan rakyat tersebut seolah olah adalah kegiatan pertambangan legal atau resmi
"Sementara itu, mereka tidak memperhatikan Amdal yang akan terjadi oleh ulah mereka. Dampak kerusakan Lingkungan dan bencana alam yang kerap terjadi akhir ini seperti banjir bandang, kondisi air sungai yang sudah di ambang batas kekeruhan, polusi udara di wilayah permukiman warga yang sudah tidak sehat lagi," katanya.
Tidak hanya itu saja lanjutnya belum lagi kerusakan fasilitas umum seperti jalan raya dan jalan perkampungan yang mestinya dinikmati oleh masyarakat rusak parah oleh dampak mobil angkutan tambang ilegal.
"Kemacetan lalu lintas setiap hari terutama di wilayah Kecamatan Tanjung Agung dan Lawang Kidul akibat tingginya aktivitas angkutan batubara ilegal yang menggunakan mobil truk hingga tronton yang kalau keluar secara konvoi dan membuat macet jalan dan menjadikan jalan berdebu,belum lagi ulah sopir truk batubara yang ugal-ugalan yang sering membuat kecelakaan yang menyebabkan kerugian jiwa dan material seperti menabrak rumah, pagar, tiang listrik sehingga masyarakat harus menderita pemadaman berjam-jam," katanya.
Bahkan yang lebih miris lagi lanjutnya sudah berapa banyak korbannya yang nyawanya melayang sia-sia akibat aktifitas penambangan yang tidak sesuai dengan SOP penambangan.
"Semuanya terjadi akibat dampak aktivitas tambang ilegal tersebut. Bagaimana tidak mereka yang mengatas namakan rakyat tanpa peduli dampaknya yang akan terjadi pasca tambang nantinya seperti kerusakan lingkungan, bencana alam dan korban jiwa yang sudah tidak dapat di hitung lagi, dan mirisnya lagi aktivitas yang mencolok mata tersebut terkesan tidak ada perhatian dari Pemerintah maupun aparat penegak hukum di daerah maupun Provinsi Sumatera Selatan," katanya.
Padahal lanjutnya KPK pernah menyurati pemerintah untuk memberikan atensi untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Tetapi sampai saat ini, semuanya nol besar tidak ada tindakan kongkrit. Beberapa kali sidak di lakukan, namun tidak ada hasilnya, seharusnya pemerintah harus punya marwah dan berani serta tegas melakukan penertiban mulai dari akar-akarnya sampai ke atasnya seperti para cukong dan pembelinya karena batubara ilegal ini dijual keluar daerah Sumsel. Sebab jika pembelinya juga ditertibkan dan ditangkap maka secara otomatis bisnis ilegal ini akan mati dengan sendirinya karena tidak mungkin pemodal berani menambang jika tidak ada pembelinya," ungkapnya.
Dikatakannya lebih lanjut pihaknya menduga dalam bisnis ini sudah banyak permainan.
"Makanya kami meminta pemerintah pusat langsung yang turun tangan untuk memastikan penyelesaian masalah tersebut dan tidak berlarut-larut," tegasnya.
Terkait persoalan Tambang Rakyat ilegal atau lebih dikenal TR tersebut, lanjut Andi, bagi masyarakat sekitar sudah bukan rahasia umum lagi. Hasil alam jenis batubara atau mutiara hitam yang melimpah dikelolah dengan cara ilegal oleh para cukong dan oknum aparat penegak hukum.
"Terbukti kegiatan tersebut aman-aman saja tanpa ada tindakan dan sanksi hukum yang tegas dari pemerintah terkait. Padahal setiap detik negara telah dirugikan di segala bidang. Padahal praktik pertambangan ilegal tersebut sudah jelas-jelas melanggar undang undang Nomor 3 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara pada pasal 158 disebutkan bahwa orang yang melakukan melakukan penambangan tanpa izin di pidana Penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar," katanya.
"Pemerintah Pusat harus mempunyai solusi cepat dan tepat jangan dibiarkan mengambang, sebab masalah TR ini sudah belasan tahun," ujarnya.
Hal senada juga di tegaskan oleh Endang Suparmono salah seorang Aktifis Lingkungan Kabupaten Muara Enim, bahwa apabila persoalan ini masih berjalan dan para pihak terkait tutup mata sehingga terkesan pembiaran oleh para oknum aparat penegak hukum, maka pihaknya akan segera melayangkan surat ke Kementrian Lingkungan Hidup, Kepada Panglima TNI dan Kapolri di Jakarta dan juga akan melakukan aksi demonstrasi ke kantor Gubernur Sumatera Selatan.
"Kita juga akan meminta kepada Gubernur Sumsel dan instansi terkait untuk masalah angkutan batubara yang sampai saat ini masih menggunakan mobil truk dan dumbstruck yang melintasi fasilitas umum, sebab didalam UU Minerba sangat jelas mereka harus membuat jalan khusus batubara. Sampai kapan dispensasi diberlakukan harus ada deadline karena itu menyalahi perundang-undangan, karena sudah belasan tahun sepertinya kalau toleransi sudah dari cukup. Intinya, usaha pertambangan adalah usaha padat modal, jadi jika belum memenuhi semua persyaratan yang disayaratkan lebih baik tidak usah menambang dahulu karena rakyat Muara Enim lah yang akan merasakan dampak dari aktivitas tambang tersebut belum masyarakat luar dari Kabupaten Muara Enim," katanya.
"Kami juga heran, mengapa hingga saat ini penertiban TR ilegal di Muara Enim ini tidak bisa. Coba pemerintah pusat lihat langsung kerusakan yang terjadi jangan hanya menerima laporan dari bawahan saja. Sebab sudah berapa kali ganti Bupati, ganti Dandim, ganti Kapolres, ganti Kajari namun permasalahan tambang ilegal tidak selesai-selesai. Dahulu Muara Enim tidak ada TR, aman-aman saja masyarakatnya bertani, namun mengapa sekarang seolah-olah masyarakatnya tidak bisa hidup tanpa TR," tegas Endang.(mkb/lno)