- Tim tvOne/Kurnia
Diduga karena Limbah Organik dari PT Terminal Budi Daya Bintan, Ribuan Ikan Milik 17 Kelompok Budi Daya Mati
Bintan, TvOnenews.com - Ribuan ikan kerapu dan kakap di belasan keramba jaring apung (KJA) di Desa Pengujan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, mati secara massal. Kematian ikan secara massal diduga disebabkan oleh limbah organik dari aktivitas pembukaan lahan tambak udang milik PT Terminal Budi Daya Bintan
Kematian ribuan ikan ini telah berlangsung mulai Januari 2023 lalu. Ikan yang mati berjenis kakap putih, kerapu cantang dan kerapu cantik.
Hoslan, salah seorang pengusaha keramba menerangkan, ikan-ikan itu merupakan milik 17 kelompok budi daya yang ada di kawasan Jalan Selat Bintan II. Hoslan, menduga kematian ikan di keramba ini disebabkan adanya pencemaran air laut dari aktivitas pembukaan lahan tambak udang di Sungai Katang yang letaknya tidak jauh dari keramba.
"Jarak lokasi bakal tambak udang itu tidak jauh. Sekitar 200 meter. Luasnya sekitar 20 hektar," ujar Hoslan didampingi Kamarudin, Ketua Kelompok Budi Daya Ikan Desa Pengujan Bintan, Kamis (27/4/2023).
Ikan kerapu dan kakap mati. (tim tvOne/ Kurnia)
Keyakinan matinya ikan disebabkan pencemaran dari aktivitas tambak udang ini diperkuat dengan adanya hasil pemeriksaan Laboratorium Penguji Balai Perikanan Budidaya Laut Batam. "Hasil yang kami terima, positif disebabkan limbah organik. Parasit berasal dari lumpur," sebut Hoslan.
Menurutnya, limbah dari aktivitas pembukaan tambak udang itu mengalir hingga ke keramba. "Ikan yang mati setiap hari. Rugi sudah banyak," pungkas Hoslan lagi.
Menurutnya, keramba milik 17 kelompok keramba jaring apung di Desa Pengujan adalah tempat pembibitan sekaligus pembesaran. Hoslan mengaku, total kerugian yang dialami kelompok budidaya mencapai Rp2,4 miliar. "Saya saja sudah rugi Rp600 jutaan," sebut Hoslan lagi.
Kamarudin, ketua kelompok keramba jaring apung menambahkan, pebudidaya ikan di Desa Pengujan tidak menolak aktivitas tambak udang. "Sama sekali tidak menolak. Tapi jangan sampai mengganggu lingkungan bahkan menyebabkan ikan-ikan di keramba mati," sebutnya.
Terpisah, kuasa hukum PT Terminal Budi Daya Bintan, perusahaan pengelola tambak udang, Beni menyatakan, dugaan kematian ikan disebabkan aktivitas pembukaan tambak udang dinilai prematur dan tidak bisa dipastikan.
"Tadi kami bertemu, termasuk dengan DLH dan Dinas Kelautan Perikanan. Mereka saja tidak berani sebut penyebabnya dari tempat kita. Ini (dugaan) prematur," sebut Beni lewat sambungan selular.
Lumpur akibat adanya hujan yang diduga menjadi penyebab matinya ikan milik kelompok budidaya keramba jaring apung itu, dia katakan, tidak bisa dipastikan berasal dari usaha PT Terminal Budi Daya. "Yang namanya air dari darat semua bermuara ke laut. Apalagi kalau hujan. Air meluap bukan dari tempat kita saja. Makanya perlu dibuktikan," sebut Beni.
Ia menambahkan, tambak udang yang diusahai PT Terminal Budi Daya telah mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). "Untuk izin keterlanjuran dan tapal batas sudah diajukan ke Kementrian LHK," sebutnya lagi.
"Saat ini saya belum mau berkomentar banyak. Tapi yang jelas, harus ada pembuktian terhadap dugaan yang menyebut aktivitas tambak udang di tempat kami sebagai penyebabnya," tutup Beni. (ksh/wna)