Sumber :
- Beni Roska
Keluarga Korban Human Trafficking Myanmar Asal Sijunjung, Sebut Anaknya Dijemput Dua Orang Bersenjata saat di Bandara
Kamis, 4 Mei 2023 - 00:12 WIB
Sijunjung, tvOnenews.com - Ibu korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking di Myanmar asal Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, menyebut anaknya saat di sampai di Thailand dijemput oleh dua orang yang menggunakan senjata api.
Ibu tersebut bernama Dewi Murni (46) dan anaknya yang menjadi korban dugaan human trafficking di Myanmar itu bernama Muhamat Husni Sabil (28) warga Jorong Tanjung Beringin, Nagari Tanjung, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung.
Dewi menyebut, anak berangkat bekerja ke dari Jakarta ke luar negeri pada tanggal 24 November 2022 lalu bersama tiga orang temannya.
"Saat izin berangkat pergi bekerja itu, Sabil mengatakan akan bekerja di Thailand dan berangkat bersama tiga orang temannya dari Indonesia," ungkapnya saat ditemui tvone news, di rumahnya, Rabu (3/5/2023).
Saat sampai di bandara, kata Dewi, karena awam anaknya menganggap itu di Thailand, ternyata ia dan temannya dibawa ke Myawaddy, Myanmar.
"Saat di bandara, langsung ada dua orang yang menjemput anaknya saya dengan mobil dan membawa senjata api," ujar Dewi.
Dikatakannya, sebelumnya anaknya menuju tempat bekerja anaknya menginap di sekitar bandara satu malam.
"Jadi kebesokan hari, Sabil mengirimkan pesan melalui WhatsApp bahwa ia sudah di mobil lagi untuk berangkat menuju tempat bekerja," tutur Dewi.
Ia menyebut, kalau anaknya tidak tahu akan dibawa dimana, ternya dibawa ke Myawaddy, Myanmar.
Kata Dewi, anaknya bekerja di sana bersama dengan 19 Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya.
"Pada awalnya, Sabil mengatakan bahwa ia bekerja sebagai pekerja kantoran di bidang komputer," imbuhnya.
Ia menjelaskan, saat masih di Jakarta, anaknya dijanjikan untuk menerima gaji Rp 12 juta per bulan.
Tetapi, setelah satu bulan bekerja Sabil menerima gaji bersih hanya sebesar Rp 6 juta.
Sementara, untuk bulan kedua, kata Dewi, Sabil hanya menerima gaji sekitar Rp 3 jutaan.
"Setelah dua bulan itu, pada bulan ketiga anak saya tidak di gaji lagi, melainkan disiksa jika tidak mencapai target dlaam bekerja," tuturnya.
Setelah tiga bulan bekerja, karena tidak tahan dengan siksaan yang dilakukan perusahaan tersebut, barulah Sabil mengungkapkan pekerjaan aoa yang sebenarnya ia lakukan disana.
"Ternyata anak saya dipaksa untuk bekerja sebagai penipuan online atau scammer yang dilakukan perusahaan tersebut," imbuh Dewi.
Kata Dewi, jika anaknya tidak mau bekerja maka mereka akan disiksa dan jika tidak mencapai target juka akan disiksa dan tidak diberi gaji.
Dewi mengungkapkan, sebelumnya ia dan anaknya rutin berkomunikasi via video call satu minggu sekali, 15 hari sekali, dan sebulan sekali
"Terakhir komunikasi itu tanggal 22 April 2023 saat lebaran, sast itu anak saya sudah tidak tahan lagi, dan meminta tolong untuk dipulangkan ke Indonesia," terangnya.
Ada pun penyiksaan yang diterima Sabil selama bekerja di sana kata Dewi, yaitu disetrum, dipukul dan panyiksaan lainnya.
"Saat ini, kami tidak bisa sama sekali Sabil, sudah putus kontak sejak hari lebaran itu," terang Dewi.
Kata Dewi, saat ini ia tidak mengetahui bagaimana kondisi anaknya, apakah baik-baik saja atau tidak.
"Kami berharap, pemerintah bisa menolong anak kami, supaya bisa bebas dari sana dan kembali pulang ke Indonesia," pungkasnya. (bra)