- Tim TvOne/ Fahmi
Jamaah Haji Indonesia Terlantar di Muzdalifah: Kesaksian Aswan Jaya dari PHD Sumatera Utara
Medan, tvonenews.com - Dr. Aswan Jaya, Petugas Haji Daerah (PHD) asal Sumatera Utara, menyampaikan kesaksiannya tentang kondisi Jamaah haji Indonesia yang terlantar di Muzdalifah. Pada hari Rabu (28/6/2023), para jamaah harus menunggu bus jemputan dengan duduk di tepi jalan, terpapar terik matahari pada suhu mencapai 42 derajat Celsius tanpa ada makanan dan minuman. Peristiwa ini terjadi akibat tersendatnya proses penjemputan jamaah.
Dalam keterangan tertulis yang diterima tvonenews.com di Medan, pada Sabtu (1/7/2023), Aswan Jaya menyampaikan bahwa pelaksanaan wukuf di Arafah berlangsung dengan baik. Rangkaian ibadah, mulai dari khutbah Arafah hingga wukuf, berlangsung dengan khidmat dari maktab masing-masing. Selain itu, makanan dan minuman para jamaah juga tercukupi dengan baik.
Aswan mengakui bahwa di Muzdalifah terdapat penundaan dalam proses penjemputan yang menyebabkan banyak jamaah menjadi lelah karena cuaca yang sangat panas. Meskipun makan malam tidak disediakan di Muzdalifah, para jamaah telah makan malam di Arafah sebelumnya. Minuman sebenarnya cukup tersedia, bahkan terlihat banyak berserakan di sekitar.
Aswan menjelaskan bahwa tidak ada sarapan pagi di Muzdalifah karena seharusnya sarapan disediakan di Mina. Namun, penundaan penjemputan hingga siang hari menyebabkan banyak jamaah, terutama lansia, tidak kuat menahan suhu panas dan harus mengantri dengan penjemputan yang tertunda.
Ia menegaskan bahwa seluruh jamaah berhasil diangkut ke Mina walau sampai tengah hari. Setiap kloter memiliki tenaga medis yang bertugas untuk mengantisipasi jamaah yang kelelahan atau mengalami masalah kesehatan. Menurut Aswan, jika ada petugas kesehatan yang mengeluhkan situasi tersebut, maka petugas tersebut tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai bagian dari tim kesehatan haji Indonesia.
Aswan juga membantah kabar tentang fasilitas tenda yang tidak layak di Mina. Ia menjelaskan bahwa satu tenda sebenarnya berkapasitas maksimal untuk 200 orang, tetapi hanya diisi oleh satu kloter yang terdiri dari sekitar 360 jamaah. Setiap kloter mendapatkan 3-4 tenda, sehingga kabar mengenai 460 jamaah dalam satu tenda tidak masuk akal.
Ia menambahkan bahwa jamaah yang tidur di luar tenda bukan berarti terlantar. Sebaliknya, hal itu merupakan pilihan jamaah sendiri karena mereka merasa lebih nyaman. Bagi jamaah yang tidak terbiasa hidup berjamaah dan sederhana, tidur di dalam satu tenda yang diisi oleh puluhan orang, bahkan hingga 65 orang, tentu tidak nyaman.