- Tim TvOne/Alboin
Kurun Waktu 1,5 Bulan, Polda Kepri Ungkap 31 Kasus TPPO
Batam, tvOnenews.com - Polda Kepulauan Riau (Kepri), berhasil mengungkap 31 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terjadi di wilayah Kepri kurun waktu 5 Juni hingga 22 Juli 2023.
Kapolda Kepri, Irjen Pol Tabana Bangun menyebut Polresta Barelang Batam, menjadi pihak yang paling banyak melakukan pengungkapan kasus di rentang waktu yang dimaksud.
Pengungkapan kasus TPPO ini, juga diikuti oleh Direktorat Polisi Air dan Udara Polda Kepri, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kepri, Polres Tanjungpinang, Bintan dan Karimun.
"Polresta Barelang berhasil mengungkap 31 kasus, Ditpolairud Polda Kepri 5 kasus, Ditreskrimum Polda Kepri 4 kasus, dan Polres Tanjungpinang, Bintan, serta Karimun masing-masing 1 kasus," jelasnya ditemui di Polda Kepri, Senin (24/7/2023).
Selaku pimpinan, Irjen Pol Tabana Bangun juga memberikan apresiasi kepada jajaran personil yang terus bekerja keras, dalam melakukan pengawasan dan penangkapan terhadap para pelaku TPPO di wilayah Kepri.
Ia melanjutkan, tingginya kasus TPPO yang terjadi di wilayah Batam, juga dikarenakan posisi strategis Batam yang menjadi pintu keluar masuk bagi Warga Negara Indonesia (WNI) ke Negara tujuan seperti Malaysia.
"Dari total ini, kenapa Batam tertinggi dikarenakan letak Batam yang menjadi akses utama WNI dalam melakukan perjalanan ke luar negeri seperti Malaysia," lanjutnya.
Dari 31 kasus yang berhasil diungkap jajaran Polda Kepri, pihaknya berhasil mengamankan 52 orang tersangka yang diketahui berperan sebagai penyedia penampungan, hingga pihak yang berperan sebagai pengantar serta penjemput PMI non prosedural.
Sementara untuk korban yang berhasil diamankan diketahui berjumlah 150 orang. Dari hasil penyelidikan, jaringan TPPO ini kerap menjanjikan pekerjaan dengan upah layak, yang akan diterima oleh para korban setelah bekerja di luar negeri.
"Modus jaringan ini adalah 3 rayu, para korban akan menerima kehidupan yang layak setelah bekerja di luar negeri," jelasnya.
Kini atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Undang-Undang 21 Tahun 2007, dan Undang-Undang 18 Tahun 2018 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.(ahs/haa)