- Tim TvOne/ Pebri
Perlombaan Perahu Bidar di Sungai Musi Palembang, Dimulai dari Cerita Rakyat
Palembang, tvOnenews.com - Hampir setiap tahun saat perayaan HUT Republik Indonesia, perlombaan Perahu Bidar diperlombakan di Sungai Musi tepatnya tak jauh dari areal Jembatan Ampera.
Apalagi tahun ini, perlombaan Perahu Bidar akan digelar dengan meriah pada hari ini, Minggu (20/08/2023).
Bukan hanya perlombaan Perahu Bidar tradisional namun pada perayaan HUT RI ke 78 di kota Palembang tahun ini juga akan ada perlombaan Perahu Motor Hias.
Palembang yang merupakan salah satu perkotaan maritim yang ada di Indonesia, tentu Perahu Bidar tradisional ini sudah ada sejak lama bahkan konon katanya Perahu Bidar ini sudah menjadi ajang perlombaan sejak jaman kesultanan di kota Palembang.
Budayawan Palembang Kemas AR Panji menjelaskan asal usul perlombaan Perahu Bidar, dimulai dari cerita rakyat yaitu Dayang Rindu atau Dayang Merindu.
“Ada legenda rakyat jaman dulu namanya Dayang Rindu atau Dayang Merindu. Jadi ada dua ksatria atau dua laki-laki yang ingin menikahi Dayang Rindu, karena Dayang Rindu suka dengan keduanya dan tidak mampu menentukan pilihan maka Dayang Rindu memutuskan untuk menyuruh kedua pria tersebut untuk lomba dayung perahu. Namun karena kelelahan, maka keduanya tidak ada yang menang,” tutur Kemas AR Panji, saat diwawancarai, minggu (20/8/2023)
Dari cerita rakyat itulah, yang kemudian menjadi inspirasi masyarakat kota Palembang menjadikan Perahu Bidar sebagai salah satu ajang perlombaan.
Kemas AR Panji juga menjelaskan penamaan Perahu Bidar sendiri khusus diperuntukkan bagi perahu yang memiliki panjang 25-30 meter, yang dapat didayung lebih dari 20 orang secara bersamaan.
Namun dulu selain menjadi Perahu yang diperlombakan, Perahu Bidar menjadi salah satu moda transportasi yang sangat diunggulkan lantaran kapasitas penumpang yang terbilang banyak dibandingkan dengan perahu umum lainya yang mungkin hanya dapat ditumpangi tak lebih dari 5 orang.
“Perahu bidar menjadi budaya kota Palembang yang sudah ada sejak jaman kerajaan Sriwijaya maupun Kesultanan Palembang. Dulu disebut perahu Pencalang, yang dimanfaatkan untuk transportasi pada jaman kerajaan dan ditengah ada atap untuk raja,” kata Kemas.
Penyebutan untuk lomba perahu bidar juga telah mengalami perubahan, dari lomban, kenceran hingga sata ini menjadi bidar.
“Setelah jaman kolonial, Belanda juga pernah menginstruksikan untuk diadakan lomba bidar ini setiap tahun. Namun momennya adalah untuk merayakan hari ulang tahun sang ratu Belanda yaitu Wilhelmina yang berulang tahun pada tanggal 31 Agustus,” jelasnya.
Budayawan tersebut menegaskan bahwa perlombaan bidar sudah ada sejak jaman dulu dan bukan diciptakan oleh orang-orang Belanda.
“Nah itu perlu dicatat, bahwa Belanda itu hanya meneruskan karena mereka berpikir bahwa perahu bidar ini menjadi hiburan yang menarik untuk digelar itu tahun 1920,” tegasnya
Meski diadakan untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina yang juga diadakan pada bulan Agustus, dikatakan Kemas AR Panji bahwa bukannya tidak bergeser hanya momennya yang berubah.
“Saat sudah merdeka, masyarakat kita bingung mau merayakan hari kemerdekaan ini dengan apa maka dilanjutkanlah lomba perahu bidar tersebut. Bulannya tidak bergeser hanya momennya saja yang berubah, jadilah itu tradisi masyarakat Palembang yang berjalan setiap tahunnya dan menjadi pesta rakyat,” tutupnya. (peb/cai)