- Tim tvOne/Iin Prasetyo
Gawat! Program Wajib Ma'had Serap Dana Hampir Rp1 M Jadi Usaha Terselubung Eks Rektor UINSU? Nama Baru Terseret
Medan, tvOnenews.com - Sidang kasus korupsi dana ma'had mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) masih berproses di Pengadilan Negeri atau PN Medan. Hingga saat ini setidaknya ada tiga terdakwa yakni eks Rektor UINSU Saidurrahman, Kepala Pusat Pengembangan Bisnis (Pusbangnis) Sangkot dan satu stafnya, Evy.
Wajib Ma'had disebut sebagai program peningkatan mutu yang harus diikuti oleh mahasiswa baru UINSU dengan memberikan iuran Rp3,6 juta per mahasiswa. Sehingga, total dana tersebut terkumpul Rp956 juta. Namun, program ini mandeg alias tidak jalan karena pandemi Covid-19 saat itu.
Saidurrahman mengaku telah melakukan upaya pengenalan program wajib ma'had hingga ke Kementerian Agama atau Kemenag RI dalam bentuk presentasi sehingga program tersebut pun mendapat sambutan baik.
Termasuk soal biaya yang dibebankan saat itu seharusnya hanya sekitar Rp1 jutaan, tapi Saidurrahman mengutip dana ma'had tersebut hingga Rp3 juta lebih. Saidurrahman beralasan bahwa dana itu telah disesuaikan dengan keperluan untuk mahasiswa.
"Sesungguhnya itu sudah sesuai. Ini kan sebuah perencanaan atau kebijakan yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas mahasiswa. Angka Rp3,6 juta hemat saya dibincangkan setelah dilakukan evaluasi bahwa itu angka yang layak untuk diberlakukan," jelas Saidurrahman ketika menjawab Jaksa Penuntut Umum, di Ruang Sidang Ruang Cakra 2, Pengadilan Negeri atau PN Medan, Kamis (14/12).
Total dana hampir Rp1 miliar itu tidak serta merta dikembalikan kepada mahasiswa baru yang telah membayar, tapi terpakai untuk keperluan kampus. Padahal, Saidurrahman mengungkapkan bahwa uang itu bukanlah uang negara melainkan uang mahasiswa, tapi nyatanya sebagian dana itu dipakai untuk keperluan negara yang dalam hal ini kampus UINSU.
Lantas, Majelis Hakim pun tak habis pikir dengan gelagat Saidurrahman mengapa sebagian dana yakni sebesar Rp500 juta itu bisa dipakai untuk menutupi keperluan akhir tahun kampus UINSU. Kemudian Saidurrahman berkilah kalau dana itu dipakai untuk keperluan mendesak yang diberikannya kepada Plt Rektor UINSU saat itu, Syafaruddin.
Syafaruddin adalah nama baru yang disebut Saidurrahman hingga persidangan yang baru dilaksanakan Kamis (15/12) semalam. Namun, hakim tentu tidak dapat memeriksa Syafaruddin karena ia telah almarhum.
Adapun dana Rp500 juta itu diminta dari Sangkot untuk dipergunakan oleh Saidurrahman. Dana Rp500 juta yang disebut untuk keperluan kampus UINSU itu kemudian dikeluarkan oleh Pusbangnis yang harus ada kuitansinya. Kuitansi tersebut ditulis oleh terdakwa Evy dengan keterangan untuk 'pembangunan gapura'. Evy, mengaku penulisan kuitansi itu atas perintah Nurlaila.
"(Kemudian) yang (dana) Rp500 juta, kuitansi itu siapa yang menulis?" tanya Majelis Hakim, As'ad Rahim kepada terdakwa Sangkot. Sangkot pun menjawab kuitansi itu ditulis oleh Evy dan Evy pun mengakuinya.
"Saya yang Mulia, atas perintah saudara Nurlaila (ditulis) di kamarnya. Saya yang tulis tangan semua isinya," aku Evy. Adapun Nurlaila juga nama baru yang disebut dalam beberapa kali persidangan.
Nurlaila saat itu menjabat sebagai wakil dekan di salah satu fakultas dan juga disebut sebagai tim percepatan pembangunan ma'had mahasiswa UINSU. Nurlaila juga telah diperiksa di PN Medan sebagai saksi pada Kamis (23/11) dan Kamis (30/11).
Hakim pertanyakan Ma'had usaha terselubung dan tak habis pikir dengan dana yang telah dikeluarkan untuk pembelian mobiler sementara gedung ma'hadnya belum ada. Namun, mobiler itu, aku Sangkot, ada di Gedung Tuntungan.
"Gedung Tuntungan itu siapa punya? Kan belum lunas kan? Atau sudah punya UINSU? Gimana ceritanya? Coba cerita dululah, Anda kan Kepala Pusbangnis? Bagaimana kok bisa bukanya di Tuntungan?" cecar hakim As'ad kepada Sangkot.
"Setahu saya belum milik UINSU, yang Mulia," jawab Sangkot singkat karena ia tidak tahu persis atas kepemilikan Gedung Tuntungan itu. Lantas hakim As'ad pun merasa heran mengapa Sangkot tidak mengetahuinya padahal ia menjabat sebagai Kepala Pusbangnis.
"Jadi ma'had ini untuk apa? Usaha terselubung?" tanya As'ad lagi dan Sangkot pun kembali menjawab tidak tahu karena ia tidak pernah ikut rapat.
"Makanya saya tanya sepengetahuan kamu seperti apa ma'had yang di Tuntungan ini? Kok kamu semua nggak tahu? Tapi kamu jadi terdakwa ini. Kalau memang nggak ada nggak jadi terdakwa kamu, enak kamu nonton tv makan pisang goreng di rumah. Kenapa? Kamu takut," kata hakim As'ad.
"Kalau sepengetahuan saya ma'had yang di Tuntungan ini akan dikelola oleh pihak ketiga. Jadi meubel ini antara UINSU dengan pihak ketiga," ungkap Sangkot.
Ia juga menyebutkan bahwa Pusbangnis hanya merekap transaksi tanpa memegang keuangan.
"Jadi untuk (ma'had) di Tuntungan ini mau seperti apa jalannya? Dengan pihak ketiga, ta?" tanya As'ad. Dan Sangkot pun mengiyakan.
"Kapan mau dimulai?" tanya As'ad lagi dan Sangkot menjawab tidak tahu. As'ad pun heran kenapa Sangkot tidak tahu kapan mau dimulai padahal sudah membeli mobiler.
"Yang punya (program ma'had) ini siapa? Cuma Pak Rektor (Saidurrahman) yang satu-satunya (yang tahu)? Jadi usaha pribadinya (ma'had) sebetulnya ini?" cecar hakim As'ad kepada Sangkot yang sering menjawab tidak tahu. (iin/wna)