- tim tvOne/Kurnia
Menyusuri Warisan Budaya Tiongkok di Tanjungpinang sebagai Daya Tarik Wisata
Bangunan Tua Peninggalan Leluhur
Proses asimilasi kebudayaan Tionghoa sejak awal abad 17 di Tanjungpinang dapat dilihat dari Vihara Ang Nio atau disebut Vihara Dharma Sasana. Vihara yang diyakini berusia lebih 300 tahun ini terletak di Senggarang, sebuah kawasan pecinan yang berada di kawasan pesisir Hulu Riau.
Ornamen asli masih dapat dijumpai di vihara yang menghadap ke Pulau Penyengat ini. Selain itu, tempat peribadatan masyarakat etnis Tionghoa tertua di Tanjungpinang juga dapat ditemui kawasan Jalan Merdeka.
Selain dua kelenteng tertua itu, di Tanjungpinang juga terdapat tempat peribadatan warga etnis Tionghoa lainnya. Di antaranya kelenteng Guanyin yang berada cukup tersembunyi di kawasan Sei Ladi. Kelenteng ini didirikan sebelum tahun 1811, berada di ujung sebuah sungai membentuk huruf "S" yang dilindungi oleh hutan bakau.
Lalu ada Vihara Avalokitesvara Graha yang terletak di kawasan Kelurahan Air Raja, persisnya di KM 14 jalur lintas Tanjungpinang-Tanjunguban. Vihara diresmikan pada bulan Juni 2009 ini disebut merupakan vihara terbesar se-Asia Tenggara. Vihara ini memiliki keunikan, di antaranya adanya sebuah patung Dwi Kuan Yin Phu Sha dalam posisi duduk.
Patung setinggi 16,8 meter yang kemudian dinobatkan Museum Rekor Indonesia menjadi patung Dewi Kuan Yin terbesar yang ada di dalam ruangan. Yang tak kalah menarik lainnya adalah Vihara Ksitigarbha Bodhisattva, atau dikenal dengan sebutan Vihara Patung Seribu.
Penamaan Patung Seribu yang disematkan kepada vihara terletak di Jalan Asia Afrika KM 14 Tanjungpinang ini disebabkan adanya ratusan patung dewa. Uniknya lagi semua patung dewa yang ada di dalam vihara ini memiliki karakter berbeda. Sebagian besar patung yang didatangkan langsung dari Tiongkok ini memiliki ketinggian layaknya manusia pada umumnya.