- Tim tvOne/Beni Roska
Longsor Limbah PLTU Mencemari Sungai Batang Ombilin dan Mengancam Ribuan Jiwa Warga Sawahlunto
Sawahlunto, tvOnenews.com – Sungai Batang Ombilin, yang selama ini menjadi salah satu sumber kehidupan bagi warga Kota Sawahlunto, kini terancam oleh pencemaran serius. Longsoran abu dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin telah mencemari aliran sungai tersebut, membawa serta material fly ash dan bottom ash yang seharusnya dikelola dengan aman.
Kejadian ini dipicu oleh hujan deras yang mengguyur Desa Sijantang, menyebabkan material abu bercampur dengan tanah longsor dan mengalir ke Sungai Batang Ombilin. Dampak dari longsoran ini tidak hanya mencemari aliran sungai, tetapi juga mengancam rusaknya ekosistem di sepanjang jalur sungai tersebut. Ancaman ini kian nyata bagi warga Desa Rantih di Kecamatan Talawi, yang terletak di hilir sungai.
Di Desa Rantih, aliran sungai yang tercemar membawa risiko besar karena air dari Sungai Batang Ombilin dipompa oleh instalasi PDAM Sawahlunto untuk memenuhi kebutuhan air bersih ribuan rumah di Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto. Jika pencemaran ini tidak segera ditangani, dampaknya bisa sangat merusak, baik bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat yang memakai air dari PDAM Pompa Rantih.
Saat tim tvOnenews tiba di lokasi, alat berat terlihat bekerja keras untuk membersihkan material abu yang menutupi sebagian besar badan sungai.
Nurasrul, seorang warga setempat yang telah hidup selama 70 tahun di daerah ini, menyampaikan rasa cemasnya. “Limbah abu tersebut terus mengalir ke Sungai Batang Ombilin, dan menutupi aliran sungai sehingga mengancam ekosistem di sekitarnya,” ungkap Nurasrul.
Ia juga menambahkan bahwa meskipun proyek penghijauan di sekitar PLTU telah berlangsung sekitar lima bulanan, ancaman pencemaran masih tetap ada karena longsoran sisa limbah mencemari dan menutup aliran Sungai Batang Ombilin.
Nurasrul juga mengingatkan bahwa sebelumnya ada tempat pembuangan khusus di GTC (Guguak Tinggi Coal) di Kampung Dalam sana. “Tetapi sekarang limbah hanya ditumpuk di dalam PLTU,” ungkapnya.
Pencemaran ini berpotensi membahayakan kesehatan puluhan ribu jiwa yang bergantung pada pasokan air bersih dari PDAM Pompa Rantiah Sawahlunto. Partikel air yang tercemar bisa masuk ke sistem distribusi air bersih, membawa dampak jangka panjang yang sangat mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat setempat.
Menanggapi insiden ini, Asisten Manajer Umum PLTU, Elvita Burnama, memberikan klarifikasinya kepada tvOnenews, bahwa longsoran limbah abu ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. “Abu tersebut merupakan abu dari 10 tahun yang lalu yang sudah direklamasi,” jelas Elvita.
“Kami telah menurunkan alat berat untuk melakukan pembenahan, dan berharap musibah ini dapat dipulihkan secepatnya,” ujarnya lagi.
Elvita juga menambahkan bahwa PLTU telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat tanah guna mencegah longsor lebih lanjut, dan mereka berencana melanjutkan upaya penguatan serta penanaman kembali di area yang terdampak. Namun, ia juga mengakui bahwa dalam beberapa bulan terakhir, PLTU tidak lagi memiliki tempat pembuangan abu yang memadai setelah kontrak dengan GTC habis pada Februari lalu.
Sebagai tanggapan atas situasi ini, tim tvOnenews mencoba menelusuri lebih jauh dengan menghubungi Direktur Utama PT Guguak Tinggi Coal, Defrizal. Dalam keterangannya, Defrizal mengonfirmasi bahwa PT GTC telah memperoleh perpanjangan izin untuk pengelolaan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Izin ini tertuang dalam Keputusan Menteri LHK Nomor 7871 tahun 2024. Defrizal juga mengatakan bahwa izin tersebut dikeluarkan pada 27 Mei 2024 di Jakarta, yang memberikan landasan hukum bagi PT GTC untuk melanjutkan pengelolaan FABA agar PLTU tidak lagi menumpuk limbahnya di tempat pembungan akhir (TPA). (bra/wna)