- Antara
Polda Bengkulu Masih Selidiki Informasi Jual Beli Hutan Habitat Gajah Sumatera
Mukomuko, Bengkulu, tvOne
Kepolisian Resor Mukomuko, Polda Bengkulu masih menyelidiki informasi terkait jual beli hutan yang menjadi habitat gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) yang tersisa di daerah ini.
"Untuk Polres kita masih selidiki benar apa tidak informasi tersebut," kata Kasat Reskrim Kepolisian Resor Mukomuko, AKP Teguh Ari Aji dalam keterangannya di Mukomuko, Minggu.
Ia mengatakan hal ini menindaklanjuti adanya informasi terkait jual beli hutan yang menjadi habitat gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) di daerah ini.
Ia mengatakan, pihaknya baru memulai penyelidikan karena sebelumnya disibukkan dengan agenda yang lain, kemungkinan direncanakan Minggu depan mulai masuk ke situ.
"Kita belum bisa menduga-duga yang penting kita pakai data kalau ada datanya bisa kita buka," ujarnya pula.
Ia mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi terkait jual beli hutan yang menjadi habitat gajah sumatera dari media massa, makanya polisi mencoba mengecek seperti apa.
Sementara itu, Penanggung Jawab Konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar mengatakan bahwa berdasarkan hasil investigasi selama delapan bulan dan pemantauan rutin yang dilakukan secara kolaboratif oleh anggota Konsorsium Bentang Alam Seblat diduga kuat terjadi jual beli kawasan hutan habitat gajah hingga ratusan hektare di wilayah Kabupaten Mukomuko.
Selain itu, katanya, hasil analisis tutupan hutan yang dilakukan Konsorsium Bentang Alam Seblat di wilayah kerja Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah seluas 80.987 hektare diketahui seluas 39.812,34 hektare atau 49 persen telah menjadi hutan lahan kering sekunder dan seluas 23.740,06 hektare atau 29 persennya telah beralih fungsi menjadi nonhutan.
Konsorsium menilai penegakan aturan lemah, terutama dari pemangku kawasan yang membuat aksi para mafia jual beli kawasan hutan ini semakin dilakukan terang-terangan, katanya.
Bahkan, paparnya, di kalangan masyarakat harga jual kawasan hutan yang telah ditebang kayunya dan siap ditanami sawit dijual kisaran Rp10 juta hingga Rp15 juta per hektare.
Sejumlah kawasan yang mendapat tekanan tinggi akibat perambahan hutan, antara lain Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Hutan Produksi Air Rami, dan Hutan Produksi.(Ant/Jeg)