- Tim TvOne/Miko
Buron 13 Tahun Dugaan Kasus Tipidkor, Lim Kiong Hin Ditangkap Di Bengkulu
Bengkulu - Terpidana Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) atas nama Lim Kiong Hin berhasil ditangkap Tim gabungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat dan Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Terpidana ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) 13 tahun. DPO itu ditangkap di salah satu rumah kontrakan yang menjadi lokasi persembunyiannya di Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko.
Asintel Kejati Bengkulu, Mochamad Judhy Ismono mengatakan, terpidana atau buronan ini telah menyalahgunakan fasilitas kredit yang diberikan Bank BNI Cabang Pontianak, Kalimatan Barat, tanpa persetujuan dari pejabat BNI Cabang Pontianak.
Seharusnya, terang Judhy, terpidana menggunakan kredit yang diperolehnya dari BNI Cabang Pontianak, untuk meningkatkan target penjualan. Akan tetapi, fasilitas kredit modal kerja yang diperoleh terpidana dari BNI Cabang Pontianak digunakan untuk kepentingan pribadi, ini bertentangan dengan Buku Pedoman Kebijakan Prosedur Kredit Wholesale dan Middle Market I Bab II Sub Bab H Sub Bab 03. Atas perbuatannya BNI Cabang Pontianak mengalami kerugian sekira Rp16, 448 Miliar lebih.
"Perbuatan terpidana mengakibatkan kerugian BNI Cabang Pontianak sebesar Rp16,448 Miliar. Terpidana ditangkap di salah satu rumah kontrakan di Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko," kata Judhy, saat dikonfirmasi, Senin (28/3/2022).
Perkara Tipikor atas nama, Lim Kiong Hin, berawal dari tanggal 7 Juni 2001, terpidana/DPO Lim Kiong Hin selaku Komisaris PT. Sinar Kakap berdasarkan Akta Notaris No. 15 Tanggal 3 November 2000, dan sebagai Kuasa Direktur PT. Sinar Kakap berdasarkan Akta Notaris No. 61 Tanggal 16 Februari 2001, bersama-sama dengan M. Farid A selaku Accounting Manager PT. Sinar Kakap mengajukan permohonan fasilitas kredit modal kerja ke BNI Cabang Pontianak, berupa kredit Investasi sebesar Rp4,5 miliar dan Kredit Modal Kerja sebesar Rp500 juta.
Dengan menyerahkan data-data di antaranya Legalitas Usaha, Manajemen Usaha serta Daftar Rencana Investasi (Project Cost) PT. Sinar Kakap yang terdiri atas Pembangunan Pabrik Pengolahan Hasil Laut sebesar Rp5,162 miliar dan pembangunan Pabrik Es Kapasitas 60 ton/hari sebesar Rp2,810 miliar.
Untuk mendukung proposal rencana investasi tersebut, terpidana/DPO membuat dan menyerahkan invoice dan kuitansi fiktif, untuk membuktikan adanya pembiayaan sendiri yang dilakukan PT. Sinar Kakap yang nilainya telah di-mark up terpidana/DPO. Antara lain Invoice dari Kwang Tai Refrigenerator dan 4 kuitansi dari PT. Era Teknik.
Setelah itu data-data PT. Sinar Kakap beserta rencana investasinya disampaikan ke pihak BNI Cabang Pontianak kepada Agus Wibowo dan Alih Swasono, selaku Penyelia Pemasaran Bisnis BNI Cabang Pontianak.
Selanjutnya dilakukan verifikasi fisik barang dengan cara mendatangi Pabrik Pengolahan Udang PT. Sinar Kakap. Kemudian, pada tanggal 10 Agustus 2001, permohonan fasilitas kredit yang diajukan pada tanggal 7 Juni 2001 disetujui BNI Cabang Pontianak.
Pada tanggal 16 November 2001, terpidana/DPO mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp2 miliar, dengan jaminan kapal kargo “Bali Express” senilai Rp900 juta, yang kemudian dinaikan nilai Jaminannya sebesar Rp2,4 miliar.
Lalu, pada tanggal 25 Januari 2002, Lim Kiong Hin kembali mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja transaksional kepada BNI Cabang Pontianak sebesar Rp1,335 miliar dan pada tanggal 11 April 2002, terpidana/DPO mengajukan permohonan Tambahan fasilitas kredit modal kerja kepada Bank BNI Cabang Pontianak sebesar Rp8 miliar.
Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Tuntuntan Tanggal 27 Juni 2007, terpidana Lim Kiong Hin dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi melanggar kententuan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, selanjutnya menuntut agar Terdakwa dijatuhi pidana Penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan denda sebesar Rp200 juta, subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp16, 448 Miliar, dengan ketentuan apabila uang pengganti tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 7
tahu.
Oleh Pengadilan Negeri Pontianak berdasarkan Putusan Nomor :543/PID.B/2006/PN.PTK Tanggal 20 Agustus 2007, Terpidana/DPO dinyatakan Penuntutan terpidana DPO tidak dapat diterima atau bebas.
Lalu, oleh Pengadilan Tinggi Pontianak berdasarkan Putusan Banding Nomor : 30/PID/2008/PT.PTK Tanggal 30 Maret 2008, terpidana dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi melanggar kententuan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan dijatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp. 16, 448 miliar, dengan ketentuan apabila uang pengganti tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Selanjutnya, Mahkamah Agung Republik Indonesia berdasarkan Putusan Kasasi Nomor : 492 K/PID.SUS/2009 Tanggal 27 Oktober 2009 menyatakan menolak permohonan kasasi dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Terakhir, berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor : 293 PK/PID.SUS/2012 tanggal 7 Oktober 2013, Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan bahwa permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari pemohon (Terdakwa) ditolak. (Miko/Nof)