- Tim TvOne/Chaidir Azhar
Kesal Harga TBS Tak Menentu, Petani di Nagan Raya Setop Panen Sawit
Nagan Raya, Aceh - Dampak larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) membuat harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit kian tak menentu, mulai dari harga turun tak menentu hingga tak ada yang siap menampung.
Seperti halnya di Kabupaten Nagan Raya, karena sudah tak tahan dengan kebijakan tersebut, sebagian petani sawit memilih membiarkan tandan yang sudah matang dan tak memanennya lagi, lantaran harga yang kian anjlok.
"Kata mereka (pengepul sawit), saat dibeli harga mahal, tiba di pabrik sudah menurun drastis. Kadang dalam sehari, tiga kali penurunan harga," keluh Muktar, Senin (16/5/2022).
Meski membusuk, Muktar tetap bersikeras tak memanen kelapa sawit lagi, hingga harga kembali membaik. Bagaimana tidak, jika pun petani mengumpulkan TBS dari kebun, pengepul sendiri tak siap menampung di tengah larangan ekspor CPO saat ini.
Dikatakan Muktar, harga sawit sebelumnya yang sempat naik drastis hingga Rp4 ribu ke atas, kini malah anjlok sampai ke angka seribu rupiah per kilogram.
”Kita tidak memanen sawit dulu sebelum kondisi pasar sudah membaik. Karena pengepul tidak membeli lagi, bahkan pabrik sudah membatasi stok sawit yang ditampung,” ucapnya.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan seutuhnya oleh larangan ekspor, yang menjadi dasar pabrik sawit membatasi stok barang. Padahal pemerintah sudah menetapkan harga, namun di lapangan tidak ada yang menerapkan.
Ia meminta, pemerintah harus memberikan sanksi pada perusahaan yang menurunkan harga sepihak. Jika tidak, kata dia, pemerintah dianggap tak bertaji ketika berhadapan dengan perusahaan.
Disisi lain, salah seorang pengepul pengepul, Nanda, mengaku sudah tidak membeli sawit selama dua hari. TBS yang sebelumnya sudah ditampung ditingkat petani, malah dibeli tak sesuai oleh perusahaan, hasilnya merugi.
"Buat apa kami tampung jika kami rugi besar. Petani kalau tidak mau rugi besar, jangan panen dulu," imbuhnya.
Nanda mengatakan, meski kebijakan melarang ekspor sawit bertujuan baik untuk meningkatkan ketersediaan dan menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri, namun di sisi lain justru menggelisahkan petani.
"Ada petani, saya liat sawit nya tak ada menampung dan hampir membusuk. Bahkan dia pasrah, berapa pun harga nya beli saja. Ini kan sayang," sebutnya. (Kha/Nof)