- Istimewa/Instagram Taufik Basari
Kultur Tribrata Polri Dipertanyakan Komisi III DPR RI, Taufik Basari: Ini Sebuah Problem Besar
Sumatera - Soal kasus Birgadir J belum tuntas dan menimbulkan pertanyaan di benak sebagian publik Indonesia. Bahkan dampak dari kasus itu, anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basari, secara tegas mempertanyakan kultur Tribrata Polri kepada Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Selain itu, Politikus dari Partai Nasdem itu juga sebutkan kultur Tribrata Polri saat ini menjadi problem besar.
"Sekarang pak Kapolri, ini ada problem menurut saya yang sangat besar. Problem terkait dengan kultur," ujar mantan aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Taufik Basari, seperti yang dikutip tvonenews.com dari media sosial akun instagram DPR RI, Jumat (26/8/2022)
"Kalau kita lihat, kita bayangkan saja Pak Kapolri. Kalau pelaku (pembunuh Brigadir J) ini punya jiwa ksatria. Dia akan menyampaikan bahwa saya telah melakukan pembunuhan, saya bersalah dan siap bertanggung jawab," sambunya menjelaskan.
Akan tetapi alangkah sayangnya, ia katakan, jiwa ksatria dari pelaku pembunuhan Brigadir J itu tidak ada, dan akhirnya menjadi seperti ini.
"Sehingga kultur Tribratanya ini harus kita pertanyakan Pak Kapolri. Pesannya juga sampai kepada seluruh personel Polri. Apabila kita melakukan keselahan, kita harus berjiwa ksatria, siap menanggung resiko dan bertanggung jawab terhadap perbuatan kita," bebernya.
Kemudian, Taufik Basari sebutkan yang terlibat dalam pembunuhan Brigadir J itu sangat banyak dan menjadi sebuah pertanyaan.
"Ini menjadi pertanyaan, apakah sudah menjadi kultur. Bahwa saling membantu dalam kejahatan ini bisa terjadi. Nah ini harus kita perbaiki dan harus ditelaah, kenapa ini bida terjadi," pungkasnya.
Sementara, berdasarkan keterangan tertulis di media sosial instagram DPR RI itu menuliskan, bahwa penuntasan kasus pembunuhan terhadap Brigadir J harus menjadi pembuka jalan bagi Polri memperbaiki kinerja di internalnya.
"Selain harus transparan dan menjaga integritas, Polri juga harus menjaga besarnya harapan rakyat akan peran kepolisian yang bersih dan bermartabat dalam penegakan hukum," tulis medsos akun Instagram DPR RI.
Sementara itu, Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik memandang kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo bukanlah pelanggaran HAM Berat.
Ia menilai meskipun kasus pembunuhan Brigadir J masuk dalam pelanggaran HAM, namun bukan pelanggaran berat yang seharusnya dibawa ke pengadilan pidana.
"Ini kan bukan pelanggaran HAM yang berat. Jadi meskipun tetap merupakan pelanggaran HAM mestinya dibawa ke pengadilan pidana," ujar Ahmad Taufan Damanik saat ditemui awak media, Jumat (26/8/2022).
Bahkan Taufan menyebutkan, kasus pembunuhan Brigadir J ini sama dengan kasus tewasnya Laskar FPI di KM 5O Tol Cikampek.
"Ini kan pelaku individu sama dengan KM 50, walaupun orang polisi tapi bukan state crime," katanya.
Kemudian ia juga menegaskan bahwa kasus Brigadir J dan Laskar FPI sama-sama tidak ditemukannya unsur state crime yang berarti termasuk dalam pelanggaran HAM biasa.
"Dulu kami mengatakan juga hal yang sama dengan KM 50. Walaupun banyak orang mendebat, saya tanya kembali apa dasarmu? Apa unsur yang kamu temukan? Kan enggak bisa jawab tapi ngotot harus HAM berat padahal HAM berat tidak begitu," ungkap Taufan.
Selain itu, ia juga sebutkan berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, hanya pelanggaran HAM berat yang dapat dibawa ke pengadilan HAM ad hoc.
"Pelanggaran HAM berat itu bagian dari state crime kejahatan negara. Jadi artinya institusi negara itu merancang, membuat kebijakan, satu operasi tertentu, kayak di Aceh, daerah operasi militer. Kemudian dalam operasi itu terjadilah praktik-praktik pelanggaran hak asasi, misalnya apa? Penyiksaan, pemerkosaan, pengusiran, pembakaran rumah, dan lain-lain, itu terjadi di berbagai tempat sekian tahun. Jadi ada pattern, ada pola, serangan kepada masyarakat sipil," pungkasnya. (Aag)