- Tim Tvone/Alboin
Cegah Aktivitas Ilegal, Bank Indonesia Kepri Ajak KUPVA BB dan Remitansi Perketat 'Jalur' Transaksi
Batam - Sebagai bentuk meminimalisir tindakan ilegal yang berpotensi terjadi di Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA-BB) dan Layanan Jasa Pengiriman Uang (Remitansi), Bank Indonesia Kepulauan Riau mengajak seluruh pelaku usaha untuk bersama-sama mencegah hingga melaporkan berbagai kegiatan yang berpotensi pada tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindakan pendanaan terorisme.
Hal tersebut diungkapkan Musni Hardi K Atmaja, Kepala KPW Bank Indonesia Kepulauan Riau disela-sela 'Pertemuan Tahunan KUPVA BB dan Layanan Remitansi Tahun 2022, dengan mengusung tema SISTEMIK atau "Strengthening Financial System to Combat Money Laundering and Terrorist Financing in Kepri" di Ballroom Radisson Hotel Batam, Rabu (9/11/2022) pagi.
Orang nomor satu di Bank Indonesia perwakilan Kepri ini juga menegaskan bahwa kegiatan ini menunjukkan adanya komitmen yang kuat untuk sama-sama mendukung terwujudnya Kepri yang aman dan tertib, termasuk dalam penyelenggaraan sistem pembayaran.
"Sebagaimana diketahui, Provinsi Kepulauan Riau merupakan wilayah yang memiliki Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) dan Layanan Remitansi (LR) terbesar ke 2 di Indonesia, setelah DKl Jakarta. Dimana saat ini di Kepri tercatat memiliki 113 KUPVA BB dan 59 Layanan Remitansi," jelas Musni.
Keberadaan KUPVA BB dan LR yang besar ini, tambahnya, diharapkan dapat semakin mendorong perekonomian di Provinsi Kepri. Khususnya sektor pariwisata, perdagangan dan investasi.
Namun disisi Iain, letak geografis dari Provinsi Kepri yang berbatasan Iangsung dengan negara tetangga berpotensi mengakibatkan tingginya risiko yang dapat terjadi. Dimana hal ini sesuai dengan hasil kajian Bank Indonesia pada Sectoral Risk Assessment tahun 2021, bahwa tingkat risiko TPPU KUPVA BB dan LR di Provinsi Kepri masuk dalam kategori Tinggi dan Menengah.
"Oleh karena itu, Penyelenggara KUPVA Bukan Bank dan Layanan Remitansi harus lebih berhati hati dalam melakukan transaksi jual beli valuta asing dan pengiriman dana dengan seluruh nasabah. Sehingga perlu adanya metode mitigasi yang tepat dan baik, sebagai Iangkah preventif terjadinya tindak pidana pencucian uang. Sehingga kegiatan usaha yang dijalankan tidak dijadikan sarana oleh oknum oknum tertentu untuk melakukan tindak pidana," tegasnya.
Dalam melakukan pengawasan, Bank Indonesia bekerja sama dengan instansi terkait seperti melakukan joint audit dengan institusi terkait. Baik dalam bentuk pengawasan onsite maupun pengawasan tidak Iangsung (offsite).
Dalam monitoring pengawasan ini, tegas Musni lagi, Bank Indonesia menemukan beberapa temuan berulang. Yakni adanya pelaporan kegiatan usaha bulanan yang tidak sesuai dengan data transaksi secara nyata.
Kemudian, masih rendahnya pemahaman penyelenggara terhadap tipologi Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang tercermin dari belum optimalnya pelaksanaan Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD) sebagai salah satu bentuk program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme;
Hingga ketidakakuratan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh Penyelenggara dan belum optimalnya pelaporan kepada PPATK.
"Untuk itu, kegiatan ini diharapkan menjadi salah satu kunci dalam memperkuat sistem pembayaran di Kepri dan komitmen bersama agar terhindar dari Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme," tegasnya.(AHS/LNO)