- Tim TvOne/ Miko
Kejari Mukomuko Tetapkan Tiga Tersangka Dugaan Korupsi Bantuan Pangan Non Tunai
Mukomuko, Bengkulu - Tiga orang Koordinator Daerah (Korda) dan Koordinator Lapangan (Korlap) ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Mukomuko, tidak kurang dari 7 jam, terhitung dari pagi hingga petang atau menjelang azan Magrib, pada Senin (5/12/2022). Ketiga tersangka ini diduga melakukan tindak pidana korupsi anggaran bantuan pangan non tunai (BPNT) Kementerian Sosial (Kemensos) 2019-2021.
Mereka Yaholil Mustapa, selaku koordinator daerah atau koordinator lapangan penyuplai bahan pokok, lalu Nahdi dan Sugia selaku pendamping sosial atau Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan di Kabupaten Mukomuko.
"Kami telah menetapkan tiga tersangka tindak pidana korupsi penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kabupaten Mukomuko, tahun 2019-2021. Mereka berinisial Y, N dan S," ungkap Kepala Kejari Mukomuko, Rudi Iskandar, Selasa (6/12/2022).
Ketiga tersangka, kata Rudi, disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf a, huruf b, ayat 2, ayat 3 UU No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP sub Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf a, huruf b, ayat 2, ayat 3 UU No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk total anggaran secara keseluruhan BPNT tahun 2019 - 2021, terang Rudi Iskandar, sebesar Rp40.072.630.000, dari APBN murni. Dalam penyaluran bantuan, diduga terjadi penyimpangan, berupa pengurangan kualitas bahan pangan beras, telur, sayuran dan buah-buahan.
"Mereka (3 tersangka) yang paling bertanggungjawab," jelas Rudi.
Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bengkulu, menyebabkan kerugian negara ditaksir sebesar Rp1.011.612.892.
Peran masing-masing tersangka, sambung Rudi, untuk Yaholil Mustapa, selaku koordinator daerah atau koordinator lapangan penyuplai bahan pokok menginisiasi pasokan pangan. Sementara Nahdi dan Sugia selaku pendamping sosial atau Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan di Kabupaten Mukomuko, aktif menjadi pemasok pangan. Pada perkara ini kurang lebih 112 saksi telah diperiksa.
"Hasil audit BPKP Perwakilan Bengkulu, kerugian negara sebesar Rp1 miliar lebih, Tersangka ditahan, dan dititipkan di Rumah Tahanan Polres Mukomuko," jelas Rudi.
Untuk diketahui, dugaan tindak pidana korupsi ini terungkap setelah adanya keluhan warga penerima bantuan yang mengeluhkan buruknya kualitas beras yang dijual pada e- warung.
Sehingga penerima bantuan menjual kembali bahan pokok berupa beras tersebut dengan harga yang murah kepada pemilik hewan peliharaan.
Koordinator lapangan dan pendamping di kecamatan diduga memonopoli harga dengan menaikkan harga jual. Di mana mereka menentukan sendiri harga untuk dijual di e-warung ke penerima bantuan.
Mereka diduga menaikan harga jual bahan pokok hingga Rp40.000 untuk satu item. Ditambah kualitas dari sembako tersebut tidak layak diterima oleh 3.400 keluarga penerima manfaat (KPM) yang tersebar di 15 kecamatan di daerah ini.
Dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 20 Tahun 2019 pada Pasal 39 ayat (1) disebutkan pendamping sosial dilarang membentuk e-warung, menjadi pemasok barang dan menerima imbalan, baik uang atau barang, berkaitan dengan penyaluran BPNT.
Bantuan yang digulirkan untuk penerima, sejak tahun 2019 hingga September 2021, sebesar Rp200.000 per Kepala Keluarga (KK) yang dicairkan per triwulan yang dapat dibelanjakan di e-warung yang telah ditentukan sebelumnya.
Harga sembako yang dinaikkan koordinator lapangan dan pendamping, diduga sengaja dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan sembako.
Misalnya, harga beras dijual dengan harga Rp90.000 per karung, dinaikan menjadi Rp120.000, termasuk harga setiap item sembako yang dibeli penerima bantuan. Diduga mereka menaikkan harga kisaran Rp40.000 per item. (RGO/LNO)