- Tim tvOne - Andri Prasetiyo
Hadapi Wabah Penyakit Menular, FKH UGM Desak RUU PKH Disahkan
Saat ini pendidikan tinggi kedokteran hewan masih mengikuti standar nasional pendidikan tinggi sesuai Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 sebagai penjabaran Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012.
"Padahal di kedokteran hewan itu kan sangat spesifik, nah itu belum tercover di situ. Misalnya saja regulasi terkait dengan jumlah mahasiswa yang dapat diterima oleh suatu perguruan tinggi kedokteran hewan, itu kan menyangkut berbagai macam infrastruktur yang dimiliki oleh perguruan tinggi itu sendiri."
"Selama ini baik perguruan tinggi yang sudah mapan maupun yang baru berkembang diperlakukan sama, tidak ada regulasi, terkait jumlah mahasiswa yang bisa dididik oleh perguruan tinggi, itu gak ada," urainya.
Pria yang juga menjabat Ketua Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI) itu menambahkan, persoalan lain yang mendesak adalah terkait akreditasi. Selama ini akreditasi masih menginduk pada Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM PTKes).
"Ujung pendidikan itu kan menghasilkan dokter hewan yang berkualitas. Untuk menghasilkan yang berkualitas itu lah maka standar khusus pendidikan kedokteran hewan itu harus ada, nah itu belum ada sampai saat ini, sehingga perlu ada satu badan yang menaungi, ada satu undang-undang yang mengatur hal ini," terangnya.
Di sisi lain, Indonesia juga belum memiliki apa yang disebut Veterinary Statutory Body (VSB) atau konsil kedokteran hewan Indonesia. Lembaga ini adalah lembaga independen yang mengatur, baik lembaga pendidikan tinggi itu sendiri maupun lulusannya.
Sebab menurutnya, setelah perguruan tinggi menghasilkan dokter hewan maka profesinya itu juga perlu diatur. Apalagi lembaga sejenis ini menjadi tuntutan organisasi kesehatan hewan dunia, bahwa di suatu negara itu harus memiliki VSB.