- Tim tvOne - Andri Prasetiyo
Ini Sejumlah Fakta Penting Tentang Keripik Pisang dan Happy Water Mengandung Narkoba yang Diungkap Polisi
Yogyakarta, tvOnenews.com - Bareskim Polri berhasil membongkar jaringan peredaran narkoba dengan modus baru berupa happy water dan keripik pisang. Jaringan ini melibatkan sedikitnya empat lokasi pembuatan dan pemasaran, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan dua lokasi di DIY.
Bagaimana kronologi lengkap hingga kasus pembuatan narkoba modus baru ini bisa diungkap polisi? Berikut kronologi dan sejumlah fakta penting yang dirangkum tim tvOnenews.com dari penyelidikan polisi.
1. Berawal dari patroli siber.
Alur pengungkapan kasus pembuatan narkoba happy water dan keripik pisang ini diawali dengan patroli siber yang dilakukan petugas. Polisi mendapati sejumlah akun media sosial yang menjual Happy Water Narkotika dan Keripik Pisang Narkotik dengan berbagai akun followers yang banyak.
Foto: Barang bukti keripik pisang yang mengandung narkotika (Santosa)
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan dalam akun tersebut juga dicantumkan harga happy water dan keripik pisang yang disebutnya tidak wajar.
"Keripik pisang kok harganya segitu sebenarnya tidak masuk akal, tapi dengan itu kita bisa memberikan kecurigaan ini ada apa? Sehingga dilakukan tracing dilakukan satu pemantauan terhadap akun yang menjual tersebut," kata Wahyu saat konferensi pers di lokasi penggerebekan wilayah Bantul, Jumat (03/11/2023).
2. Penangkapan pelaku TKP Depok
Setelah melakukan pemantauan selama satu bulan, petugas Bareskrim Polri akhirnya bisa mengungkap jaringan peredaran ini. Diawali dengan pengungkapan pengiriman barang di daerah Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pada Kamis, 2 November kemarin.
Dari lokasi tersebut petugas menemukan keripik pisang dan happy water yang diduga mengandung narkoba. Petugas juga menangkap tiga orang pelaku di lokasi tersebut, yakni MAP, D, dan S.
"Dari hasil operasi tersebut kita bisa menangkap 3 orang yang ada di Depok. Itu adalah pemilik akun, pemilik rekening, dan juga bagian yang bertugas untuk menjual," ujar Kabareskrim.
3. Pengembangan tiga lokasi lain, beroperasi satu bulan
Kabareskrim Wahyu Widada menyampaikan, dari pengungkapan di Depok, Jawa Barat, pihaknya lalu mengembangkan ke tiga wilayah lain yang diduga menjadi lokasi pembuatan di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dimulai dari pengungkapan di Kaliangking, Magelang, Jawa Tengah. Di situ petugas menangkap dua orang pelaku BS dan EH yang berperan sebagai pengolah atau koki, sekaligus merangkap distributor.
Kemudian dikembangkan lagi hingga akhirnya mengungkap dua lokasi lain di Kabupaten Bantul, yakni wilayah Potorono dan Banguntapan. Dari kedua lokasi di Bantul, petugas menangkap 3 pelaku yakni MRE, AR, dan R yang berperan sebagai pengolah.
"Para pelaku ini sudah mendirikan industri rumahan pembuatan narkoba ini sekitar satu bulan, dan dipasarkannya melalui media sosial. Tapi dalam waktu dua minggu ini penjualannya tidak langsung satu bulan produksi langsung dijual seperti itu tapi ada prosesnya karena dalam uji coba yang mereka lakukan ada yang berhasil ada yang gagal," ungkap Kabareskrim.
4. Dijual jutaan rupiah
Dari hasil penyelidikan polisi, narkoba happy water dan keripik pisang ini dijual dengan harga jutaan rupiah. Seluruh harganya sudah dicantumkan dalam akun media sosial tersebut.
"Untuk happy water dijual Rp 1,2 juta (10ml), sedangkan untuk keripik pisangnya dibuat dalam berbagai kemasan. Ada kemasan 500 gram, 200 gram, 100 gram, ada kemasan 75 gram, dan 50 gram dengan harga bervariasi antara Rp 1,5 juta sampai Rp 6 juta," terangnya.
Polisi juga berhasil menyita sejumlah barang bukti, seperti 426 bungkus keripik pisang berbagai ukuran, 2.022 botol happy water, dan 10 kg bahan baku narkoba.
5. Selamatkan 72 ribu orang dari narkoba
Kabareskrim menambahkan, dalam pengungkapan ini pihaknya dapat menyelamatkan sekitar 72 ribu orang dari ketergantungan narkoba.
"Dengan asumsi bahwa 1 bungkus ini untuk beberapa orang kita bisa menyelamatkan sekitar 72.675 orang dari pengungkapan narkoba ini," ucapnya.
6. Pelaku diancam hukuman mati, buru 4 DPO
Dalam kasus ini, ke delapan pelaku akan dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Mengedarkan Narkotika Golongan 1. Adapun ancaman hukuman adalah pidana mati, penjara seumur hidup, atau paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun penjara.
Polisi juga masih memburu 4 pelaku lain yang saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Kita saat ini masih mengejar beberapa orang DPO lainnya yang masih akan kita cari dan kita tangkap," demikian kata Kabareskrim Komjen Wahyu Widada. (apo/buz).