- Pixabay
DP3AP2 Sebut 1.282 Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak Terjadi di DIY
Sleman, tvOnenews.com - Kasus kekerasan khususnya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak menjadi keprihatinan bersama. Terlebih, kasus kekerasan seksual terjadi di institusi pendidikan.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY pun tak memungkiri jenis kekerasan di wilayahnya paling banyak diadukan oleh korban kekerasan di DIY merupakan kekerasan seksual di kampus.
"Ini menjadi keprihatinan bersama, kampus yang merupakan institusi pendidikan dan sebagian besar sudah dewasa terjadi kekerasan seksual yang bertentangan dengan budaya di DIY," ucap Erlina Hidayati Sumardi, Kepala DP3AP2 DIY di sela diskusi publik bertajuk Kampus Ramah Perempuan dan Anak di Royal Ambarukmo Yogyakarta, Kamis (23/11/2023).
Disampaikan, dari semua jenis kekerasan yang diadukan oleh korban ke semua layanan korban kekerasan perempuan dan anak di DIY baik di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten/Kota maupun layanan korban kekerasan perempuan dan anak yang ada LSM pada 2022 tercatat ada 1.282 kasus kekerasan baik fisik, psikis, seksual, penelantaran dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dari jumlah tersebut, 397 kasus di antarnya menimpa anak-anak.
Serta di wilayah hukum DIY, terlindung LPSK pada semester III 2023 dalam tindak pidana kekerasan seksual terdapat 97 orang saksi dan korban dalam perlindungan LPSK yaitu 88 orang saksi korban TPKS, 7 orang saksi korban penganiayaan berat dan 2 orang saksi korban KDRT.
Adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sangat membantu untuk memastikan lingkungan kampus menjadi tempat yang aman dan bebas dari hal tersebut.
"Kita berharap satgas PPKS di kampus juga benar-benar bisa berjalan dan berjejaring dengan baik. Ketika dibutuhkan, bisa merujuk pada layanan korban kekerasan yang kami sediakan baik di DIY maupun kabupaten/kota," kata Erlina.
Terlebih, pendampingan yang diberikan kepada para korban kekerasan di kampus dibiayai oleh Pemda DIY baik psikologis, hukum, rohani, visum et repertum maupun layanan kesehatan yang dibutuhkan.
Erlina berharap, para korban berani melapor daripada tidak mengadukan akan berdampak pada kualitas hidupnya yang memburuk. Sehingga mengganggu kegiatan belajar di kampus. Serta tidak lagi muncul pelaku kekerasan seksual di kampus.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Pengabdian Masyarakat UGM, Arie Sudjito menyebut, kasus kekerasan entah seksual maupun non seksual yang terjadi di kampus seperti bagaikan gunung es.
"Saya rasa kampus-kampus perlu memberikan perhatian serius dengan mendorong kesadaran yang kuat misalnya punya jejaring antar perguruan tinggi," kata Arie. (scp/buz)