- Tim tvOne - Sri Cahyani Putri
MPBI DIY Desak Gubernur Ganti Formulasi Penghitungan UMK 2024
Yogyakarta, tvOnenews.com - Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendesak Gubernur DIY agar mengganti formula penghitungan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2024.
Hal ini dikarenakan formulasi dalam penghitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2024 dinilai masih rendah.
Sebelumnya, Gubernur DIY telah menetapkan UMP DIY 2024 naik 7,27 persen atau setara Rp 144.115,22 sehingga menjadi Rp 2.125.897,61.
"Kami mendesak Gubernur untuk menemukan formula pengupahan yang baru sehingga buruh di DIY tidak melulu menggunakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Tapi, Gubernur DIY mengikuti kepala daerah lainnya dimana bisa menaikkan upah buruh hampir 15 persen," tegas Irsad Ade Irawan, Koordinator MPBI DIY usai rapat audiensi di Kantor DPRD DIY, Senin (27/11/2023).
Menurut Irsad, formula penghitungan upah sesuai UU Cipta Kerja tidak membantu kenaikan upah buruh.
Karena itu, MPBI DIY menawarkan metode penghitungan yang baru dengan rumus upah tahun minimum berjalan ditambah pertumbuhan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan setengah survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Dengan demikian, kenaikan UMK 2024 bisa signifikan berkisar Rp 3,5 juta -Rp 4 juta. Besaran kenaikan tersebut dinilai sudah ideal berdasarkan survei KHL di 5 kabupaten/kota di DIY.
Misalnya, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman sebesar Rp 4 juta sementara Kabupaten Bantul, Gunungkidul dan Kulon Progo Rp 3 juta.
"Survei KHL menjadi elemen penting karena cerminan atau angka faktual yang didapatkan dari survei harga kebutuhan di pasar," kata Irsad.
Selain itu, pihaknya juga meminta kepada Gubernur DIY agar bisa meningkatkan pendapatan buruh di luar upah dengan membantu buruh lewat koperasi dan program perumahan.
Di lokasi yang sama, Ketua Komisi D DPRD DIY, Kuswanto menyebut, dasar penentuan upah minimum pekerja di DIY tetap menggunakan UU Nomor 6 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.
Selain itu, juga mengacu kemampuan keuangan daerah. Sehingga tidak bisa mengikuti ketentuan penentuan upah dari daerah lain seperti Jakarta dimana DIY tidak memiliki sektor industri.
"Jadi tidak bisa dibandingkan wilayah lain. Saat penentuan upah di DIY sudah berkoordinasi dengan dewan pengupahan dan hasilnya telah disepakati bersama," ucap Kuswanto. (scp/buz)