- Tim tvOne - Sri Cahyani Putri
Soal Aktivitas Presiden di Yogyakarta, Pakar Hukum Tata Negara: Presiden Terjebak di Posisi Tidak Netral
Yogyakarta, tvOnenews.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie merespon pertemuan antara Presiden RI, Joko Widodo dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, Minggu (28/1/2024) pagi.
Pertemuan empat mata tersebut berlangsung tertutup di Keraton Kilen Yogyakarta atau kediaman Sri Sultan.
Menurut Gugun, ada dua perspektif dari pertemuan ini. Pertama, bila dilihat dari sisi akademis memandang bahwa presiden harus tunduk terhadap norma-norma aturan kampanye dalam hal ini Undang-Undang (UU) Pemilu.
Artinya, bagaimanapun presiden harus menunjukkan netralitas dimanapun. Seperti dalam perjalanan dinas presiden misalnya menjalankan tugas kenegaraan ke Yogyakarta. Meskipun ada peluang untuk mengkampanyekan anaknya maka presiden harus tetap netral atau menjaga ketidakberpihakan.
Kedua, dari cara pandang politik akan melihat bahwa kedatangan Presiden ke Yogyakarta juga ada misi politik yang tersembunyi untuk mengkampanyekan pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Terlebih, Gibran yang diusung sebagai Cawapres 02 merupakan putra sulung dari orang nomor 1 di Indonesia tersebut.
Dari misi ini, presiden akan terjebak berada di posisi tidak obyektif atau tidak netral. Sehingga mau tidak mau protokoler atau fasilitas negara otomatis akan melekat pada presiden untuk terlibat dalam kampanye.
"Jadi kedatangan (Presiden Jokowi) ke Yogyakata harus dilihat dari dua perspektif tersebut. Kalau presiden bisa bersifat netralitas atau ketidakberpihakan maka kita percaya bahwa kedatangannya ke Yogyakarta murni perjalanan dinas sebagai seorang kepala negara," tuturnya dihubungi Senin (29/1/2024).
Dengan demikian, lanjutnya, kehadiran Jokowi dalam berbagai acara peresmian juga Harlah ke-1001 Nahdlatul Ulama (NU) yang rencananya berlangsung Rabu (31/1/204) besok akan dipandang sebagai kegiatan presiden sebagai seorang kepala negara bukan juru bicara paslon 02.
Disinggung mengenai KPU yang menyatakan Jokowi berhak ikut kampanye asalkan izin ke Presiden Jokowi, Gugun menyebut aturan itu jelas tidak masuk akal.
Karena sekali lagi, presiden dalam hal ini sebagai pembina Aparatur Sipil Negara (ASN) tertinggi. Kalau ASN di tingkat desa, kecamatan harus netral kemudian guru dan PNS lainnya harus netral masak presiden tidak netral. Sehingga menurutnya aturan itu harus dikaji ulang.
"Akan tetapi, kita justru punya bahan bahwa UU Pemilu ke depan harus tegas mengatur netralitas atau ketidakberpihakan Presiden," ujar Gugung.
Apalagi pada Senin (29/1/2023) ini, Jokowi bertemu dengan Capres 02, Prabowo Subianto untuk meresmikan Graha Utama Akademi Militer Magelang di Jawa Tengah. Jokowi dan Menteri Pertahanan (Menhan) tersebut juga terlihat makan bakso berdua dalam satu meja.
Gugun yang merupakan Direktur Lex Humana Institute menyebut, jika melihat seorang presiden yang aktif dan tidak cuti atau mengundurkan diri, dan menggunakan fasilitas negara namun yang bersangkutan punya agenda untuk bertemu dengan salah satu paslon yang maju berkontestasi dalam masa kampanye jelas menunjukkan tidak netralnya.
Pemilu dalam hal ini pilpres menjadi kehilangan prinsip pemilu yang berkeadilan. Kalau fasilitas-fasilitas kenegaraan sudah digunakan atau diarahkan untuk mengintervensi kampanye seorang capres-cawapres.
Sehingga tantangan penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu, KPU dan lainnya akan mengalami hal yang berat. Yakni mengawasi bagaimana pelanggaran-pelanggaran tersebut. Artinya, bagaimana presiden terlibat dalam kampanye atau berpihak pada anaknya.
"Tahun ini, tantangannya (pemilu) berbeda karena sekarang anak seorang presiden menjadi kontestan cawapres dan presiden sendiri sedang tidak mengundurkan diri," ucapnya. (scp/buz)