- Tim tvOne - Nuryanto
Penurunan Stunting Jadi Isu Strategis Muktamar ke 48, Aisyiyah Tawarkan Rumah Gizi
Yogyakarta, DIY - Penurunan stunting menjadi salah satu di antara 10 isu strategis dalam Muktamar 48 ‘Aisyiyah. Menurut Siti Noordjannah Djohantini, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, isu ini menjadi penting karena Indonesia masih dihadapkan pada problem tingginya angka stunting.
Berdasarkan hasil riset studi status gizi balita, prevalensi stunting di Indonesia masih 27,67 persen. Angka prevalensi stunting tersebut masih di atas ambang batas standar WHO yaitu 20%. Padahal, pemerintah telah menetapkan target penurunan angka stunting pada tahun 2024 mencapai 14%.
“Target penurunan stunting yang harus dicapai dua tahun lagi ini tentu memerlukan kerja keras dan kolaborasi banyak pihak, baik itu pemerintah termasuk organisasi masyarakat, seperti Aisyiyah,” ujar Noordjannah, Kamis (17/11/2022).
Ia mengingatkan cita-cita pembangunan Indonesia untuk mewujudkan Generasi Emas di tahun 2045. Menurut Noordjannah, pencegahan stunting harus menjadi prioritas agar harapan tersebut bisa terealisasi.
Aisyiyah, ungkap Tri Hastuti Nur Rochimah selaku Sekretaris Pimpinan Pusat Aisyiyah, menginisiasi program Rumah Gizi untuk mengupayakan penurunan stunting. Ia menjelaskan,
“Rumah Gizi merupakan upaya penurunan stunting berbasis komunitas. Pendekatan berbasis komunitas sangatlah penting mengingat Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya bersifat komunal.”
Lebih lanjut, Tri Hastuti, mengungkapkan, terdapat tujuh (7) program dalam Rumah Gizi, 1) edukasi bagi ibu hamil, ibu menyusui, maupun remaja perempuan; 2) konseling gizi maupun menyusui; 3) pengolahan makanan bergizi; 4) pemberian makanan bergizi; 5) lumbung gizi bisa berupa kebun, kolam, atau ternak untuk memenuhi kebutuhan sumber gizi) 6) sanitasi dan PHBS; 7) serta dukungan keluarga maupun tokoh agama dan masyarakat.
Dukungan keluarga baik itu suami maupun nenek atau pengasuh, jelas Tri, sangatlah penting untuk mencegah stunting. Itu dapat dilakukan dengan memberikan edukasi tentang pencegahan stunting bagi suami maupun anggota keluarga yang terlibat dalam pengasuhan. Suami pun, tambah Tri, dapat dilatih melakukan pijat oksitosin bagi istrinya agar memperlancar proses menyusui.
Apa yang dilakukan ‘Aisyiyah melalui Rumah Gizi ini, ungkap Tri, diharapkan dapat memberikan kontribusi pada 5 pilar penurunan stunting sebagaimana menjadi bagian dari strategi percepatan penurunan stunting.
Tri menyampaikan, kelima pilar tersebut meliputi komitmen dan visi pimpinan; kampanye dan perubahan perilaku; komitmen politik dan akuntabilitas; konvergensi, koordinasi, konsolidasi program; ketahanan pangan, dan pemantauan evaluasi. Dalam hal ini, secara khusus Rumah Gizi akan berkontribusi pada pilar kampanye dan perubahan perilaku serta ketahanan pangan.
Tri melihat, stunting disebabkan oleh banyak faktor. Terdapat penyebab langsung, seperti kekurangan asupan gizi, penyakit infeksi, problem akses layanan kesehatan, sanitasi, hingga pola asuh.
Hasil temuan ‘Aisyiyah misalnya, ungkap Tri, tidak sedikit warga miskin dengan anggota keluarga stunting yang belum menjadi peserta program perlindungan social, seperti Program Keluarga Harapan, sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan pangannya.
Namun demikian, Tri mengingatkan terkait penyebab tidak langsung dan menjadi akar masalah dari masalah stunting, seperti problem kemiskinan, budaya, hingga ketidakadilan gender.
“Budaya juga memegang peranan yang kuat seperti budaya yang menomorsatukan laki-laki termasuk dalam hal konsumsi makanan sehari-hari. Belum lagi masih minimnya pembagian peran antara suami dan istri dalam rumah tangga, sehingga perempuan mengalami beban berlebih dan menghambat pencegahan stunting,” ungkap Tri.
Lantaran kompleksnya penyebab stunting, jelas Tri, Aisyiyah menekankan pentingnya pendekatan yang komprehensif dan menyentuh pula akar masalah. (Nur/Buz)