- ANTARA
Jokowi Bicara Penjajahan dan Kolonialisme, Data 123 Juta Warga Indonesia Terkumpul Hanya Hitungan Bulan
Jakarta, tvonenews.com - Presiden Joko Widodo geram ada aplikasi yang memiliki data dari 123 juta pengguna warga Indonesia yang dikumpulkan hanya dalam hitungan bulan. Jokowi-pun mengungkit bahwa Indonesia sudah terjajah oleh kolonialisme gaya baru.
Jokowi pun minta agar ada perlawanan terhadap kolonialisme gaya baru ini dan merumuskan strategi dan visi yang taktis dalam menyikapi dinamika global yang begitu cepat berubah.
Sang presiden tegas mengingatkan agar jangan sampai Indonesia terkena kolonialisme modern, karena ketergantungan dari barang impor murah yang dijual di platform e-Commerce.
"Jangan sampai kita terlena dalam hitungan bulan, enggak mau saya kena penjajah modern, jangan juga kita mau kena kolonialisme modern itu, terjajah ekonomi," kata Jokowi saat memberikan pengarahan kepada Peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA), di Istana Negara baru-baru ini.
Jokowi mengungkapkan banyak barang impor yang dijual sangat murah di e-Commerce, contohnya baju seharga Rp5.000. Baju tersebut merupakan barang hasil jual rugi atau "predatory pricing" yang perlu hati-hati untuk disikapi.
"Mungkin awal-awal masih Rp5.000, begitu sudah masuk beli ini baru dinaikkan Rp500 juta mau apa? Karena sudah ketergantungan di situ," kata Jokowi.
Presiden menyampaikan bahwa 123 juta orang Indonesia sudah menjadi pengguna aplikasi dengan pembelian yang sangat masif.
Namun di sisi lain, Presiden mewanti-wanti agar jangan sampai Indonesia hanya menjadi konsumen dalam perdagangan digital tersebut. Apalagi jika 90 persen barang yang dijual merupakan barang impor, bukan produk lokal dari UMKM.
Menurut Jokowi, ada pihak yang mulai menguasai data dan perilaku konsumen dari penjualan dengan metode "predatory pricing" tersebut.
Oleh sebab itu, Presiden meminta warga Indonesia bisa menjadi produsen yang bisa menjual barang produksi sendiri di e-Commerce tersebut, bahkan bisa menembus pasar ekspor ke negara-negara Asia Tenggara.
Selain itu, Presiden juga mengingatkan untuk melindungi kedaulatan digital melalui regulasi yang bisa mempertahankan kandungan dalam negeri.
"Jaga betul namanya aset digital kita. Jaga betul data, informasi, akses pasar semuanya. Nanti bisa menyangkut politik," kata Jokowi.
Lawan Dengan Strategi-Visi Taktis
Pada kesempatan itu, Jokowi juga mengingatkan pentingnya merumuskan strategi dan visi yang taktis dalam menyikapi dinamika global yang begitu cepat berubah.
“Kita harus membuat strateginya, strategi yang taktis, visi yang taktis, bukan visi yang terlalu mengawang-awang dan tak bisa dilaksanakan. Karena barang ini sudah lari ke mana-mana,” kata Presiden.
Dia mengatakan sangat setuju dengan gagasan konektivitas digital ASEAN, serta dirumuskannya peta jalan kepemimpinan digital. Hal-hal tersebut menurutnya penting dibuat untuk mengantisipasi semua perubahan dan dinamika global yang setiap hari berubah begitu sangat cepatnya.
“Termasuk perubahan teknologi dan digital. Di setiap pertemuan di ASEAN, di G20, ini terus yang dibahas karena perubahannya lebih cepat daripada regulasinya. Teknologinya lari, regulasinya belum ada. Tapi itu juga terjadi di negara kita. Tapi negara-negara besar juga tergagap-gagap mengejar larinya teknologi yang ada utamanya teknologi digital,” kata dia.
Meskipun demikian Presiden kembali menekankan semua pihak agar tidak takut dengan perubahan dan dinamika yang terjadi, sebab menurutnya tidak ada ruang di dunia tanpa dinamika.
“Kita harus sekarang ini mulai terbiasa dengan hal-hal itu, meski kadang suka terkaget-kaget. Belajar satu ini belum selesai, sudah keluar yang lainnya. Artificial intelligence keluar, muncul lagi generative artificial intelligence, dan yang lain-lain. Dan kita tidak bisa menghentikan namanya digitalisasi. Barangnya sudah ada, nggak bisa kita menghentikan. Kita juga nggak bisa menghentikan perubahan teknologi,” tegasnya. (ant/ito)