- ANTARA
Menlu Sebut Pertemuan Sherpa G20 Harus Ada Hasil Konkret Untuk Jawab Tantangan Global
Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa G20 harus menjadi katalis bagi pemulihan ekonomi global yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan—di tengah upaya dunia mengatasi pandemi COVID-19.
Ketika menyampaikan pidato pembukaan dalam Pertemuan Sherpa G20 pada Selasa (7/12/2021) pagi, Retno menyoroti ekspektasi dunia yang besar terhadap G20 agar dapat memimpin pemulihan global dan menghasilkan solusi yang konkret.
Sherpa merupakan salah satu jalur G20 untuk membahas isu-isu yang lebih luas selain ekonomi dan keuangan, yang akan secara khusus dibahas pada jalur keuangan (financial track).
“Sejak awal keketuaan Indonesia, Presiden Jokowi selalu menekankan pentingnya kerja G20 untuk membawa manfaat bagi semua—dari barat ke timur, utara ke selatan, (negara) kecil besar,” kata Retno ketika menyampaikan pernyataan pers secara virtual setelah pertemuan tersebut.
Lebih lanjut Retno menekankan bahwa kerja G20 harus dapat menghasilkan sesuatu yang konkret untuk menjawab tantangan global mulai dari pandemi, lingkungan, sampai isu-isu pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Untuk itu, ia mengatakan bahwa prinsip inklusivitas—yang tercermin dalam tema besar keketuaan G20 Indonesia yaitu “Recover Together, Recover Stronger”—sangat penting.
“Indonesia menekankan bahwa kemitraan dan menciptakan enabling environment (lingkungan yang mendukung—red) sangat penting artinya,” kata Retno.
Guna membingkai kerja G20 selama setahun ke depan, Menlu Retno kembali menyampaikan tiga prioritas Indonesia selama keketuaannya yaitu membangun arsitektur kesehatan dunia yang lebih kuat, transisi energi, dan transformasi digital.
“Sebagai penutup, di dalam remarks saya sampaikan agar Sherpa G20 dapat menghasilkan arah yang jelas, mentransformasikan tantangan menjadi peluang, dan semua rekomendasi ini disampaikan kepada pemimpin G20,” kata Retno.
Pertemuan Sherpa G20 Indonesia akan berlangsung hingga Rabu (8/12), dengan fokus mengenai mekanisme kerja dan mulai membahas arah pembahasan agenda G20 setahun ke depan.
“Mengingat pentingnya pertemuan ini, maka presidensi Indonesia telah memperkenalkan apa yang dinamakan sofa talk—yang akan memungkinkan para Sherpa berbicara secara lebih terbuka sehingga memudahkan kerja setahun ke depan,” kata Menlu Retno.
Pertemuan Sherpa dilakukan secara hybrid dengan dihadiri oleh 38 delegasi yang terdiri dari 19 anggota G20, sembilan negara undangan, dan 10 organisasi internasional. Sebanyak 23 delegasi hadir secara fisik dan sisanya secara virtual.
Guna menonjolkan prinsip inklusivitas, untuk pertama kalinya dalam sejarah G20 mengundang negara kepulauan kecil dari Pasifik dan Karibia, di samping negara berkembang lain dari Afrika, ASEAN, dan Amerika Latin.
Negara-negara Karibia diwakili oleh ketua Caribbean Community (CARICOM) yang saat ini dipegang oleh Antigua dan Barbuda, sementara negara-negara Pasifik diwakili oleh ketua Pacific Islands Forum (PAF) yang saat ini dipegang oleh Fiji.
Sejumlah organisasi internasional seperti IMF, ILO, ADB, WHO, Bank Dunia, dan WTO juga turut diundang.
Secara khusus G20 mengundang Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus yang hadir secara virtual dan Managing Director Bank Dunia Mari Elka Pangestu yang hadir secara fisik.
Kedua pemimpin organisasi internasional itu akan memberikan pengarahan mengenai kondisi kesehatan dan ekonomi global terkini. (ant/ito)