- Istimewa
Langkah Indonesia Hadapi UU Deforestasi Eropa, Data Ini Jadi Jurus Menteri LHK agar Ekspor Tak Terancam
Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah Indonesia berencana melakukan diplomasi guna menghadapi Regulasi Deforestasi Eropa (EUDR) yang mengancam ekspor Tanah Air.
EUDR yang juga dikenal sebagai Undang-Undang (UU) Anti Deforestasi Eropa adalah seperangkat aturan terkait penerapan uji tuntas pada perusahaan yang hasil produksinya terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan.
Setidaknya, ada 7 komoditas yang diatur dalam UU Anti Deforestasi Eropa, di antaranya adalah minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), daging, kopi, kakao, kedelai, kakao, dan karet.
Oleh karena itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyampaikan bahwa RI siap berdiplomasi dengan menyajikan data tutupan hutan dan metodologi ilmiah.
"Kita punya data base hutan dengan Simontana (Sistem Monitoring Hutan Nasional) yang cukup detail," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Jakarta, Jumat (5/4/2024).
Mengutip Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian Setjen DPR RI, Indonesia berpotensi dapat kehilangan penerimaan dari ekspor ke Uni Eropa sekitar 5,15 miliar dolar Amerika.
Kerenanya, Indonesia harus punya senjata untuk negosiasi dan meyakinkan UE.
Diketahui, Regulasi Deforestasi Eropa tersebut telah disahkan oleh Parlemen Uni Eropa pada 31 Mei 2023.
Persentase produk yang harus melewati due diligence bergantung kepada risk assessment negara asal komoditas itu, bisa low risk, medium risk atau high risk.
Sebagai peta acuan, Uni Eropa mempublikasikan European Union Forest Observatory (EUFO) pada Desember 2023 dengan versi final yang akan dirilis pada Desember 2024.
"Dari sekarang sampai akhir tahun ini, menjadi penting untuk mengkoreksi peta EUFO tersebut, agar klaim country risk assessment Indonesia bisa kategori 'low' dan asal bahan baku dari komoditi yang dipersyaratkan, tidak masuk dalam kategori dari kawasan deforestasi dan degradasi lahan," ujar Siti Nurbaya.
Menteri LHK menekankan pentingnya memanfaatkan data dan fakta konkret yang positif tentang hutan Indonesia untuk menghadapi isu deforestasi di tingkat global.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini tengah mengoreksi data deforestasi yang dirilis World Resources Institute (WRI)
Sehingga, lembaga tersebut diharapkan mau mengakui keberhasilan Indonesia dalam pengurangan laju deforestasi.
Dikatakannya, sejumlah aksi korektif telah dilakukan Indonesia untuk menekan deforestasi dan degradasi hutan.
Antara lain dengan penghentian izin di hutan primer dan lahan gambut, pencegahan kebakaran hutan dan lahan secara permanen, instrumen FOLU Net Sink, penataan dan legalitas penggunaan kawasan hutan untuk kebun sawit, pengendalian tata kelola agroforestry kopi dan coklat dengan perhutanan sosial, dan penegakan hukum.
Sementara itu, Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto menjelaskan untuk komoditas kayu dan produk turunannya, Indonesia telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) yang disetarakan sebagai lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement Governance and Trade) dan diakui dalam EUDR.
"Produk kayu ber-SVLK memenuhi lisensi FLEGT dan memenuhi ketentuan EUDR seperti diatur pada ketentuan itu pada Article 10 butir 3," kata Agus Justianto.
SVLK, lanjutnya telah diperbarui dan dilengkapi dengan informasi geolokasi sehingga memperkuat keterlacakan kayu hingga ke titik penebangan.
Informasi geolokasi diberikan dalam bentuk QR Code yang tercantum pada sertifikat SVLK yang menyertai produk kayu yang diperdagangkan. (ant/rpi)