- Antara Foto
Meski BI Sudah Lakukan Intervensi Maksimal, Nilai Tukar Rupiah Kian Terpuruk ke Rp16.169 per Dolar AS
Jakarta, tvOnenews.com - Aksi intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia setelah libur panjang Lebaran 2024, ternyata tidak efektif menahan gempuran terhadap nilai tukar rupiah. Padahal, Bank Indonesia mengaku sudah melakukan intervensi maksimal dari tiga sisi.
Nilai tukar rupiah Selasa (16/4/2024) terpantau kian melemah ke level Rp16.169 per dolar AS, atau turun 0,52 persen. Sementara kurs tengah rupiah atau JISDOR yang menjadi acuan dari sikap Bank Indonesia, hingga Slasa siang belum dirilis.
Menurut Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Edi Susianto Bank Indonesia telah melakukan sejumlah langkah penting untuk menjaga kestabilan rupiah seusai libur Lebaran 2024.
"Selama libur Lebaran, pasar non delivareble forward (NDF) IDR di offshore juga sudah tembus di atas Rp16.000 atau sudah di sekitar Rp16.100, sehingga rupiah dibuka di sekitar angka tersebut," kata Edi Susianto di Jakarta, Selasa.
Menurut Edi Susianto, Bank Indonesia telah mengambil langkah masmal untuk menjaga Rupiah. Bahkan, tiga intervensi atau tripple intervention telah dilakukan untuk menjaga anjloknya nilai tukar rupiah.
Langkah pertama Bank Indonesia untuk menjaga Rupiah adalah dengan memasok atau memenuhi permintaan terhadap dolar AS di pasar valuta asing, bukan hanya di pasar antar bank, tetapi juga di pasar domestic non-delivery forward (DNDF).
Selanjutnya, Bank Indonesia juga meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong aliran modal masuk asing (capital inflow), seperti melalui daya tarik Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan hedging cost.
Langkah ketiga Bank Indonesia yang tidak terkait dengan pasar adalah dengan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemangku kepentingan terkait, seperti pemerintah, Pertamina dan lainnya.
Edi Susianto mengatakan selama periode libur Lebaran 2024, terdapat perkembangan di global di mana rilis data fundamental Amerika Serikat makin menunjukkan bahwa ekonomi Amerika Serikat masih cukup kuat seperti data inflasi dan retail sales yang di atas ekspektasi pasar.
Selain itu, memanasnya konflik di Timur Tengah khususnya konflik Iran dan Israel turut mempengaruhi perubahan nilai tukar rupiah.
Perkembangan tersebut menyebabkan makin kuatnya sentimen risk-off dimana investor menghindari risiko, sehingga mata uang emerging market khususnya Asia mengalami pelemahan terhadap dolar AS.
Meski telah melakukan upaya invtervens maksimal, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan global dan domestik. Selain itu, bank sentral juga akan proaktif melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah. (ant)