- Antara Foto
Hati - Hati! Era Suku Bunga Tinggi Berlanjut,Ekonom Sebut BI Bisa Naikkan BI Rate Untuk Stabilkan Rupiah
Jakarta, tvOnenews.com - Konflik di Timur Tengah berpotensi memperpanjang era suku bunga tinggi di Tanah Air. Alih - alih diturunkan, ekonom memperkirakan tingkat suku bunga acuan BI rate berpotensi naik lagi dari level 6,00 persen.
Sejak naik dari level 5,75 persen di Oktober 2023 lalu, tingkat suku bunga BI rate tetap bertahan tinggi di level 6,00 persen. Bahkan, tingkat suku bunga acuan ini berpotensi untuk dinaikkan lagi hingga ke level 6,25 persen.
Ekonom dari Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan Bank Indonesia (BI) akan melakukan segala cara, termasuk menaikkan suku bunga acuan, untuk menjaga anjloknya nilai tukar rupiah sebagai dampak dari memanasnya konflik antara Iran dan Israel.
"Goncangan di pasar keuangan yang sudah terlihat dari meningkatnya indikator volatilitas dan pelemahan rupiah akan diantisipasi dengan bauran kebijakan intervensi di pasar uang dan menjaga likuiditas valas," kata Reny Eka Putri di Jakarta, Senin 15/4/2023).
Untuk menahan anjloknya Rupiah, menurut Reny Eka Putri, bauran kebijakan telah dilakukan BI antara lain melalui langkah triple intervention di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pasar obligasi.
Kemudian, langkah BI menarik dana asing melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Selanjutnya, kebijakan suku bunga acuan tinggi berpotensi untuk dilakukan.
RDG Pekan Depan
Ekonom Ibrahim Assuaibi juga memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan atau BI-Rate pada pertemuan dewan gubernur (RDG) BI yang akan digelar tanggal 23-24 April 2024 pekan depan.
"Sehingga dalam pertemuan di bulan ini Bank Indonesia harus menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin guna menstabilkan mata uang rupiah," ujar Ibrahim Assuaibi yang merupakan Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Selasa (16/4/2024).
Setelah libur Lebaran 2024, rupiah terus tertekan imbas penguatan indeks dolar AS. Kekhawatiran terhadap memanasnya kondisi geopolitik di Timur Tengah, membuat pelaku pasar menghindari negara berkembang, dan beralih ke instrumen yang dianggap paling aman atau safe haven. (ant)