- Antara Foto
Hadapi Dampak Konflik Iran - Israel, Menteri Perindustrian Siapkan Insentif Untuk Industri Kimia Hulu Yang Dinilai Paling Terdampak
Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah terus memitigasi dampak dari memanasnya geopolitik di Timur Tengah. Untuk menghadapi dampak dari ancaman konflik Iran - Israel, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah berbagai langkah insentif untuk sektor industri.
Dalam jangka pendek, Kemenperin akan menyiapkan insentif impor bahan baku industri yang berasal dari Timur Tengah guna mengamankan industri manufaktur dari situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, menyebut insentif tersebut terutama diberikan bagi industri produsen kimia hulu yang mengimpor sebagian besar naphtha, dan bahan baku kimia lainnya dari kawasan Timur Tengah.
"Saat ini, Kemenperin berupaya memetakan solusi-solusi untuk mengamankan sektor industri dari dampak konflik yang tengah terjadi,” kata Agus Gumiwang tanpa merinci bentuk insentif apa yang akan diberikan.
Dia hanya menyampaikan bahwa relaksasi impor bahan baku tertentu dibutuhkan guna memberikan kemudahan memperoleh bahan baku, mengingat negara lain juga berlomba mendapatkan pemasok alternatif.
Dampak Gejolak
Akibat dari gejolak geopolitik di Timur Tengah, Agus Gumiwang menyebut tiga dampak yang dihadapi industri, yakni peningkatan harga energi, peningkatan biaya logistik, dan penguatan nilai tukar dollar Amerika Serikat.
"Hal itu merupakan konsekuensi yang menjadi bagian dari perekonomian dan rantai pasok (supply chain) dunia," kata Agus Gumiwang.
Namun, dia meyakinkan bahwa kondisi sektor industri tanah air masih tenang dan tetap terkontrol.
“Pelaku usaha tidak perlu mengkhawatirkan kondisi tersebut. Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat dan Pemerintah berupaya menyiapkan kebijakan-kebijakan strategis untuk menjaga sektor industri,” katanya.
Selain memberikan insentif impor bahan baku, pihaknya juga mempercepat langkah-langkah pendalaman, penguatan, maupun penyebaran struktur industri.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan program substitusi impor yang perlu didukung dengan memperketat ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), guna mengantisipasi pengalihan perdagangan (excess trade diversion) dari negara lain ke Indonesia.
Selain itu menurutnya saat ini juga merupakan momen yang tepat bagi sektor industri untuk mendapatkan kepastian keberlanjutan implementasi kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Agus Gumiwang menilai adanya risiko peningkatan harga energi dapat berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan daya saing subsektor industri. Karenanya, kebijakan HGBT sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing produksi.
Sementara untuk mengatasi gejolak nilai tukar, Agus Gumiwang akan mendorong peningkatan penggunaan mata uang lokal (local currency transaction) untuk transaksi bilateral yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia dan negara mitra.
“Langkah ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap hard currencies, terutama USD, mengingat skala ekonomi dan volume perdagangan antar negara Asia terus meningkat, juga untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah,” ujar Agus Gumiwang. (ant)