- x@ijalzaid
Bukan Hanya "Kejam" Bagi Kelas Menengah, Barang Hibah Untuk SLB-A Tunanetra juga Tertahan Di Bea Cukai Hingga 16 Bulan
Jakarta, tvOnenews.com - Sikap tegas dan cenderung kejam petugas Bea Cukai yang viral di media sosial, ternyata bukan hanya dialami kaum kelas menengah. Barang hibah untuk kaum Tunanetra juga ternyata tidak luput dari kekejaman aparat Bea Cukai, dan ditahan hingga 16 bulan.
Sikap 'kejam' petugas Bea Cukai ini terungkap dari unggahan akun @ijalzaid di media sosial X yang menjadi viral. Dia menyebut bahwa Bea Cukai masih menahan Alat Pembelajaran Siswa Tunanetra bernama Taptilo.
Padahal, barang ini merupakan barang hibah yang didapat oleh Sekolah Luar Biasa (SLB) A (Tunanetra) dari OHFA Tech (Korea Selatan). Akun @ijalzaid menjelaskan kronologis tertahannya barang tersebut sejak Desember 2022 lalu hingga saat ini, atau sekitar 16 bulan lebih.
Pengiriman barang Taptilo untuk tunanetra ini dilakukan pada tanggal 16 Desember 2022 lalu. Barang yang dikirim lewat kurir DHL ini sebenarnya telah tiba di Indonesia pada 18 Desember 2022 .
Namun, barang tersebut tertahan di Bea Cukai yang awalnya meminta dokumen tambahan untuk pemrosesan barang dan penetapan harga barang, mulai dari katalog barang, gambar, invoice atau bukti pembayaran, hingga link pemesanan yang tertera.
Padahal, sejak awal pemilik barang telah menyebutkan barang tersebut adalah barang hibah untuk SLB Tunanetra, yang seharusnya mendapat pembebasan bea masuk. Ditambah lagi, barang tersebut adalah barang prototipe yang belum dijual di pasaran.
"Pihak sekolah sudah mengirimkan dokumen yang dibutuhkan, namun karena barang merupakan prototipe yang masih dalam tahap pengembangan, dan merupakan barang hiba untuk sekolah, maka tiak ada harga untuk barang tersebut," demikian penjelasan yang dikutip dari akun @ijalzaid.
Penetapan Harga Ajaib
Uniknya, petugas Bea Cukai kemudian menetapkan sendiri harga barang yang masih belum tersedia di pasar tersebut. Dalam surat elektronik yang diterima SLB Tunanetra, Bea cukup menetapkan nilai barang sebesar 22.846,52 dolar AS, atau sekitar Rp361,03 juta rupiah.
Untuk barang kiriman Taptilo ini, petugas Bea Cukai kemudian menetapkan bea masuk dan pajak sebesar Rp116,61 juta rupiah atas Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) tersebut.
Karena pihak penerima barang adalah SLB-A Tunanetra, maka biaya bea dan pajak akan ditagihkan ke pihak pengirim. Untuk kepentingan ini, petugas Bea Cukai telah meminta pihak SLB-A Tunanetra untuk melengkapi sejumlah dokumen termasuk surat kuasa, dan juga bukti bayar pembelian barang yang valid.
"Kemudian pihak sekolah tidak setuju dengan pembayaran pajak tersebut, dikarenakan barang tersebut merupakan barang hibah alat pendidikan yang digunakan siswa tunanetra di sekolah negeri SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta," demikian penjelasan pihak sekolah.
Meski demikian, pihak sekolah tetap mengirimkan dokumen - dokumen yang ada. Selanjutnya, pihak sekolah kemudian mendapat surat elektronik dari Bea Cukai yang meminta agar barang tersebut di-readdres atau dilakukan perbaikan dokumen - dokumen yang diminta, termasuk bukti pembelian dan harga barang yang sebenarnya tidak ada.
Meski pihak sekolah telah berupaya melengkapi dokumen semampunya, permintaan re-address ternyata ditolak oleh Bea Cukai. Alasan penolakan disebutkan bahwa tidak adanya keterangan fungsi barang, foto label brang, bukti bayar, serta adanya perbedaan uraian barang dalam invoice.
Barang Dipindah
Setelah menjalani proses yang cukup lama, hingga berbulan - bulan, pihak sekolah mngaku menapat pemberitahuan dari Bea Cukai bahwa barang kiriman akan dipindahkan ke tempat penimbunan Pabean.
"Setelah itu barang sudah cukup sulit untuk diproses kembali, karena mengharuskan sekolah membayar pajak yang telah dihitung sebelumnya," seperti dikutip dari akun @ijalzaid.
Setelah tidak ada kejelasan, pihak sekolah kemudian menghubungi pihak OHFA Tech selaku pemberi hibah, untuk berkoordinasi. Pihak sekolah menanyakan apakah bisa mendapat bantuan dari pihak lain mulai dari KOICA (Korea International Cooperation Agency) dan KOTRA (Korea Trade-Investment Promotion Agency).
Sementara di Indonesia sendiri, pihak sekolah menghubungi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar mendapat bantuan untuk pengurusan barang hibah dari Korea tersebut.
Setelah itu, proses berjalan, namun tetap mengalami kendala koordinasi antara pihak KOICA, KOTRA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Bea Cukai.
"Kemudian kami tidak mengerti proses kelanjutnya dari barang tersebut sampai dengan saat ini," jelas akun @ijalzaid dalam unggahannya tertanggal 26 April 2024.
Dihujat Netizen
Unggahan akun @ijalzaid ini langsung mendapat respons dari para warganet, atau netizen. Para netizen langsung mengecam keras sikap Bea Cukai yang dinilai arogan dan kejam tanpa mempertimbangkan para tunanetra.
"Barang hibah. Jelas hibah. Diminta paksa harus ada dokumen invoice pembayaran validasi bank? @beacukaiRI kenapa dzalim? Jahat nya @kemenkeu. Iya bener Kelian harus cari duit buat negara, tapi ya jangan dgn cara brutal gini dong. @Itjen_Kemdikbud
gak bisa apa-apa ya?," tulis salah satu netizen.
Bukan hanya warga biasa, selebriti sekelas Ernet Prakasa juga turut mengomentari saat Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengomentari kejadian tersebut. Ernest mengkritisi sikap Bea Cukai yang terkesan memalak para kelas menengah.
"Ada. Stop malakin kelas menengah, maksimalkan pendapatan negara dengan memastikan para konglomerat & crazy rich semuanya taat pajak," tulis Ernest dalam akun X miliknya. (hsb)