- Tim tvOne/Gani
Gempar Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bos Bea Cukai Beri Tanggapan
Jakarta, tvOnenews.com - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani mengklarifikasi terkait alat bantu pembelajaran siswa tunanetra atau sekolah luar biasa (SLB)-A yakni Taptilo atau keyboard braille.
Askolani semula menjelaskan bahwasanya keyboard braille tersebut difasilitasi oleh perusahaan DHL sebagai perusahaan jasa titipan (PJT).
"Barang itu adalah tujuannya untuk membantu SLB-A di Indonesia di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Jadi bantuan, nah tapi waktu memasukkan tahun 2022, teman-teman sekalian itu mekanismenya barang kiriman, yang kemudian difasilitasi oleh DHL," jelas Askolani, di DHL Express Service Point, Tangerang, Banten, Senin (29/4/2024).
Kemudian pihak Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan terhadap barang tersebut. Namun setelah dilakukan penghitungan, tarif kepabeanan cukup tinggi.
"Waktu kita hitung sebagai barang kiriman, infonya barang kiriman untuk kita masuk ke dalam sistem kita yang online. Pas diinfoin bahwa dari barang kiriman ini ada tarif kepabeanannya, maka dinilai bagi importir uang harus bayar ya, bukan SLB, ini lumayan ongkosnya," tuturnya.
"Sehingga kemudian dia tidak proses barang itu, 2022. Nah 2023 barang itu diinfoin lagi kepada DHL untuk memperbaiki addressnya, lain-lainnya, dokumennya," sambung dia.
Namun Askolani mengungkapkan komunikasi tersebut hanya kepada pihak PJT atau DHL saja. Tidak sampai ke ranah Bea dan Cukai.
"Tapi dokumentasi, address segala ini masih sebatas teman-teman di DHL yang memprosesnya dengan importirnya. Itu juga belum selesai 2023, baru kemudian yang kami tangkap 2024 ada yang menyampaikan di medsos. Padahal barang itu bukan di Bea Cukai, barang itu masih di PJT dan disimpan di gudang, di sini," ungkapnya.
Lantas pihak Bea dan Cukai justru mendapat informasi dari media sosial terkait alat bantu belanja Taptilo. Pihaknya pun melakukan tindak lanjut untuk mencari tahu status barang tersebut.
"Kami kejar lah barang itu di mana prosesnya, dokumennya di mana. Dari situ kami kemudian cek ke DHL dan ketemu, kemudian dengan SLB. Rupanya baru terbuka, barang itu bukan barang kiriman, tetapi adalah barang hibah," paparnya.
Karena Taptilo merupakan barang yang dihibahkan oleh Korea Selatan untuk menunjang alat belajar siswa tunanetra, Askolani menjelaskan pemerintah dapat membantu.
"Nah setelah kita tahu barang itu barang hibah, maka kita kasih info bahwa kalau barang hibah itu kita bisa pemerintah itu bisa fasilitasi, negara bisa fasilitasi untuk barang hibah untuk kepentingan pendidikan atau sosial," urainya.
"Ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan)-nya untuk tidak dikenakan bea masuk atau pajak dalam barang impor, ada regulasinya yang fasilitasi itu," tandas dia.
Sebagai informasi, dalam surat elektronik yang diterima SLB Tunanetra, Bea cukup menetapkan nilai barang sebesar 22.846,52 dolar AS, atau sekitar Rp361,03 juta rupiah.
Untuk barang kiriman Taptilo ini, petugas Bea Cukai kemudian menetapkan bea masuk dan pajak sebesar Rp116,61 juta rupiah atas Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) tersebut. (ags/ebs)