- tvOnenews/Abdul Gani Siregar
SLB Minta Maaf Sudah Buat Gaduh Soal Keyboard Braille Ditahan Bea Cukai
Jakarta, tvOnenews.com - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SLB-A Pembina Tingkat Nasional, Dedeh Kurniasih meminta maaf kepada pihak Bea Cukai beserta masyarakat karena telah membuat gaduh terkait barang hibah berupa alat bantu belajar tunanetra Taptilo atau keyboard braille.
"Saya juga permohonan maaf dari kami atas ketidaktahuan dan kekurangan wawasan terkait dengan bagaimana prosedur barang hibah importir sehingga menyebabkan miss-komunikasi," jelas dia, di DHL Express Service Point, Tangerang, Banten, Senin (29/4/2024).
"Permohonan maaf juga atas kegaduhan media yang selama ini kita ketahui. Mudah-mudahan kegiatan ini, atau dampak dari ini ke depan, kami dapat menjalin kerja sama yang baik karena tidak menutup kemungkinan ke depan juga kami akan mendapatkan bantuan-bantuan," imbuhnya.
Pihak Bea Cukai Soekarno-Hatta pun memberikan barang hibah berupa keyboard braille tersebut kepada SLB-A Pembina Tingkat Nasional.
Penyerahan ini dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta, Gatot Sugeng Wibowo kepada Dedeh Kurniasih.
Dedeh pun berterima kasih kepada seluruh kementerian dan lembaga pemerintahan yang telah membantu menyelesaikan pengiriman 20 unit keyboard braille tanpa membayar bea masuk.
"Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya yang telah diberikan kepada kami atas penyerahan barang hibah berupa alat media pembelajaran," tandas dia.
Diberitakan sebelumnya, pihak Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani justru mendapat informasi dari media sosial terkait alat bantu belanja Taptilo. Pihaknya pun melakukan tindak lanjut untuk mencari tahu status barang tersebut.
"Kami kejar lah barang itu di mana prosesnya, dokumennya di mana. Dari situ kami kemudian cek ke DHL dan ketemu, kemudian dengan SLB. Rupanya baru terbuka, barang itu bukan barang kiriman, tetapi adalah barang hibah," paparnya.
Karena Taptilo merupakan barang yang dihibahkan oleh Korea Selatan untuk menunjang alat belajar siswa tunanetra, Askolani menjelaskan pemerintah dapat membantu.
"Nah setelah kita tahu barang itu barang hibah, maka kita kasih info bahwa kalau barang hibah itu kita bisa pemerintah itu bisa fasilitasi, negara bisa fasilitasi untuk barang hibah untuk kepentingan pendidikan atau sosial," urainya.
"Ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan)-nya untuk tidak dikenakan bea masuk atau pajak dalam barang impor, ada regulasinya yang fasilitasi itu," tandas dia.
Sebagai informasi, dalam surat elektronik yang diterima SLB Tunanetra, Bea Cukai menetapkan nilai barang sebesar 22.846,52 dolar AS, atau sekitar Rp361,03 juta rupiah.
Untuk barang kiriman Taptilo ini, petugas Bea Cukai kemudian menetapkan bea masuk dan pajak sebesar Rp116,61 juta rupiah atas Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) tersebut. (agr/iwh)