- Abdul Gani Siregar-tvOnenews
Sri Mulyani Akui Mulai Waspada Dampak BI Rate terhadap Penerimaan Pajak Indonesia, Lalu Apa Langkah Pemerintah?
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mulai waspada akan dampak peningkatan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI Rate terhadap penerimaan pajak.
Sebelumnya, Bank Indonesia menaikkan BI Rate ke level 6,25 persen demi memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global.
Hingga kuartal I-2024, penerimaan pajak secara bruto yang berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di luar restitusi masih tumbuh positif hingga 5,8 persen.
Kendati demikian, dampak BI-Rate memang patut diwaspadai oleh pemerintah. Naiknya suku bunga acuan dapat memicu naiknya bunga pinjaman korporasi, termasuk kredit usaha.
Apabila kredit usaha naik, maka pengusaha atau produsen akan melakukan penyesuaian harga barang yang otomatis kenaikan bunga kredit akan di-passing through ke konsumen akhir. Ini secara tidak langsung juga akan mempengaruhi penerimaan pajak negara.
“Kita juga mewaspadai bahwa sesudah kuartal satu, terutama pada April ini, banyak terjadi berbagai dinamika yang juga tadi direspons oleh Bank Indonesia, seperti kenaikan policy rate-nya BI dan SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia)," kata Sri Mulyani saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Jumat.
Guna memitigasi dampak BI-Rate, Kementerian Keuangan telah menyiapkan strategi pembiayaan dengan cost of fund yang akan mengalami kenaikan, serta komitmen pemerintah yang akan terus mengelola nilai tukar rupiah secara prudent.
"Kami bersama BI terus bersinergi dan berkoordinasi sehingga secara makro total yaitu stabilitas dan momentum pertumbuhan ekonomi tetap bisa terjaga," ujarnya.
Kendati demikian, Sri Mulyani tetap memberikan catatan bahwa kebijakan moneter dan fiskal, terutama dari sisi pembiayaan, akan selalu melakukan penyesuaian dengan perubahan dinamika nasional maupun global yang terjadi.
"Dengan demikian, kita akan terus memberikan guidance pada market agar kita tetap bisa mengelola kondisi yang cukup dinamis, tanpa mengorbankan stabilitas momentum pertumbuhan dan kredibilitas dan instrumen fiskal dan moneter," tuturnya.
Sebelumnya dalam konferensi pers APBN KiTa beberapa waktu lalu, Sri Mulyani telah melaporkan realisasi penerimaan pajak per 31 Maret 2024 mencapai Rp393,91 triliun atau sudah setara dengan 19,81 persen dari target APBN 2024.
Secara rinci, penerimaan PPh non migas tercatat sebesar Rp220,42 triliun atau setara dengan 20,73 persen dari target. Penerimaan ini tumbuh 0,10 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
PPN dan PPnBM terdata senilai Rp155,79 triliun atau 19,20 persen dari target, dengan pertumbuhan sebesar 2,57 persen yoy.
Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp3,17 triliun atau 8,39 persen dari target. Kinerja ini mengalami pertumbuhan sebesar 11,05 persen yoy.
Sementara itu, realisasi penerimaan dari PPh migas tercatat Rp14,53 triliun atau setara dengan 19,02 persen dari target.
Berbeda dengan kinerja pajak lain yang tumbuh, kinerja PPh migas mengalami kontraksi sebesar 18,06 persen yoy.
Diketahui, Kementerian Keuangan telah mengumpulkan penerimaan negara sebesar Rp620,01 triliun atau setara dengan 22,1 persen dari target sebesar Rp2.802,3 triliun. Kinerja tersebut terkontraksi sebesar 4,1 persen secara tahunan (yoy) bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. (ant/rpi)