Ilustrasi - Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) fotovoltaik untuk pengolahan nikel akan dibangun di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah.
Sumber :
  • Istimewa

Pegang Proyek PLTS untuk 2 Smelter Nikel Milik Australia di Morowali, SESNA Masih Terkendala Dana hingga Pembebasan Lahan

Sabtu, 11 Mei 2024 - 09:07 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - PT Sumber Energi Surya Nusantara (SESNA) akan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) fotovoltaik atau PV untuk operasional pengolahan bijih nikel di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.

SESNA akan memulai konstruksi PLTS dengan kapasitas 255 MWp tersebut pada Oktober mendatang.

CEO SESNA Rico Syah Alam dalam keterangan tertulis menyampaikan, pihaknya membutuhkan waktu satu tahun lebih untuk menyelesaikan proses tersebut.

“Kami sedang di masa financial close dan pengadaan lahan, dan kami mengharapkan untuk memulai konstruksi pada Oktober. Kami juga targetnya mestinya konstruksi akan komplet pada kuartal 1 2026, jadi siap beroperasi antara bulan Januari sampai Maret 2026,” kata Rico dikutip Minggu (11/5/2024).

Rico menuturkan bahwa proyek ramah lingkungan tersebut dikerjakan bersama perusahaan asal Australia, Nickel Industries Limited (NIC).

PLTS tersebut nantinya akan menyediakan energi terbarukan untuk dua smelter milik NIC, yakni Hengjaya Nickel dan Ranger Nickel.

Proyek ini akan dibangun pada lahan seluas 200 hektare yang merupakan lahan bekas tambang.

Kendati demikian, Rico mengaku perusahaan masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya proses pembebasan lahan termasuk proses mendapatkan izin dan tantangan dari segi pendanaan.

Dari segi pendanaan, dibutuhkan belanja modal sebanyak 185-190 juta dolar AS atau sekitar Rp2,97-3,05 triliun yang berasal dari dua sumber.

Sumber pertama berasal dari keuangan perusahaan dengan persentase sebanyak 20-30 persen, dan sumber kedua berasal dari pinjaman internasional.

Lebih lanjut, Rico menjelaskan bahwa PLTS yang juga dilengkapi dengan 80 MWh penyimpanan energi baterai (BESS) itu mampu mengurangi produksi CO2 hingga 6.832.707 ton sepanjang masa 25 tahun operasional.

Angka tersebut didapatkan dari jumlah offset emisi karbon dari konsumsi batu bara smelter Hengjaya Nickel dan Ranger Nickel dengan daya sekitar 200 MW yang beroperasi penuh sepanjang tahun.

“Mereka kebutuhannya sekitar dua ratusan lebih megawatt untuk menggunakannya secara stabil 24 jam 365 hari dalam setahun. Sedangkan kami hadir juga sekitar di angka 200 MW yang beroperasi dari 06.00 pagi sampai 06.00 malam."

"PV bisa dipertimbangkan sebagai pembangkit listrik yang tidak menghasilkan CO2, maka nilai pengurangannya dari situ," jelas Rico. (ant/rpi)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
00:54
01:35
02:15
06:15
00:52
03:59
Viral